Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Analisis Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

 

Analisis Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja | Design Advokatmanado.com
Analisis Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja | Design Advokatmanado.com

Advokatmanado.com-Rezim Jokowi-Ma’ruf kembali membuat “lawakan” sistem hukum Indonesia. Bagaimana tidak? Sebagaimana kita tahu Jokowi membuat Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Perppu ini lahir atas putusan MK (Mahkamah Konstitusi) No. 91/PUU-XVIII/2020 karena Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dianggap dalam pembentukannya telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan dinyatakan Inkonstitusional bersyarat. Lalu memerintahkan kepada pembentuk undang-undang (Pemerintah dan DPR) untuk memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut paling lama dua tahun.

Jika patuh pada konstitusi, pemerintah dan DPR seharusnya memperbaiki dan mengevaluasi proses pembuatan undang-undang tersebut dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas. Sehingga materil dalam undang-undang tersebut memang betul-betul mewakili kebutuhan rakyat. Bukan hanya melibatkan sekelompok orang di ruang akademisi yang memang pro terhadap rezim.

Atau sebagaimana tuntutan kawan-kawan untuk mencabut UU Cipta Kerja tersebut. Tapi kita dipertontonkan oleh pemerintah melalui Perppu di ujung tahun (30 Desember) 2022. Di mana saat kawan-kawan sedang sibuk merayakan Natal dan menyambut Tahun Baru.

Inisiatif pemerintah membuat Perppu seharusnya dibuat jika memang ada kegentingan serius yang melanda negara. Hal ini pernah terjadi pada saat Pandemi 2 tahun lalu. Lihat Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Lalu Perppu itu menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.

Lahirnya Perppu pada saat itu memang dalam keadaan darurat, dimana rakyat Indonesia diserang Covid-19 yang menyebabkan begitu banyaknya korban jiwa. Tidak begitu masif kritikan atas Perppu tersebut, karena semua tahu Indonesia sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tak hanya di Indonesia, negara lain di belahan dunia juga mengalami hal yang sama.

Dasar Hukum Pembuatan Perppu

Perppu memang dibutuhkan pada saat kegentingan yang memaksa, sebagaimana amanah Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.”

Selain itu amanah Perppu juga tertuang pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Berdasarkan Putusan MK No. 138/PUU7/2009, Perpu diperlukan apabila:

1. Adanya keadaan kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;

2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai;

Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat unda

ng-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Baca juga:

Buruh dalam Bayang-Bayang PHK tanpa Pesangon

Memahami Lagi Nasib Buruh Informal di Sulawesi Utara

Subjektif Presiden

Subjektif Presiden melihat kondisi negara | Design Advokatmanado.com
Subjektif Presiden melihat kondisi negara | Design Advokatmanado.com

Kegentingan yang memaksa menurut presiden, dalam hal ini Jokowi-Ma’ruf perlu kita analisis perlahan-lahan. Karena hal ini memang subjektif, bisa saja hal itu genting menurut presiden, tetapi tidak genting menurut kita, atau masyarakat lainnya.

Dalam kegentingan memaksa itu pula sebagai pemimpin tertinggi harus bijak dan cepat menanggapinya. Maka untuk melaksanakannya perlunya peraturan sebagai pedoman Presiden dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Karena dalam keadaan genting memang tidak mungkin menunggu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk membuat undang-undang.

Dan kita juga paham sekali bagaimana kinerja DPR Indonesia. Kerjanya begitu lambat. Sepanjang tahun 2022 saja DPR hanya mengesahkan 32 undang-undang. Ngebut kerja kalau ada kepentingannya, tapi kalau tidak, kerjanya seperti siput. Misalnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang berproses selama 10 tahun. 

Berbeda dengan proses UU Cipta Kerja yang dikenalkan oleh Jokowi pada 17 Desember 2019. Kemudian 7 Februari 2020 draft RUU Cipta Kerja disampaikan ke DPR. Dan bim salabim 5 Oktober 2020 UU Cipta Kerja disahkan. 

Selain itu arogansi DPR juga semakin jelas pasca menggantikan (baca memecat) Hakim Konstitusi Aswanto karena diduga menganulir UU Cipta Kerja pada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) No. 91/PUU-XVIII/2020.

Mengutip Kompas.com, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan terdapat tiga alasan penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dalam putusan tersebut, yakni mendesak, adanya kekosongan hukum, maupun upaya memberikan kepastian hukum.

Sedangkan menurut Kemenkumham Yasonna H Laoly, kondisi kegentingan memaksa penerbitan Perppu itu berdasarkan rujukan data-data dari kementerian keuangan, IMF (International Monetary Fund), Bank Dunia, dan Asian Development Bank (ADB)

Lebih detail Yasonna menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh pada kisaran 5,1%-5,3% pada tahun 2022, dan turun pada level 4,8% pada 2023. Dia juga mengingatkan bahwa Inflasi sudah mulai terlihat. Dan apabila terus meningkat harga-harga akan naik dan konsumsi masyarakat akan turun, sehingga pertumbuhan ekonomi masyarakat menurun.

Maka untuk menyiasati itu pemerintah melonggarkan regulasi investasi agar para investor menanamkan modalnya di Indonesia, tulis Investor.id dalam laporannnya.

CNN Indonesia menuliskan Hal serupa juga disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengatakan kondisi mendesak. Dia mengatakan ekonomi Indonesia kian dihantui ancaman resesi global hingga stagflasi.

Menurut Ekonom Faisal Basri kondisi Indonesia belum begitu buruk, dia membandingkan kalau ekonomi lagi buruk kenapa proyek Ibu Kota Negara tetap dilanjutkan?

Mengutip CNBC Indonesia, Agustus 2022 lalu Jokowi kembali menambah daftar proyek strategis nasional sebagai berikut:

1. Proyek Palapa Ring Integrasi;

2. Proyek Pembangunan Kelapa Dalam dan Industri Turunannya di Papua Barat;

3. Proyek Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Ir. H. Djuanda/Jatiluhur II (DKI Jakarta dan Jawa Barat);

4. Proyek Pariwisata Seribu Pulau Kepulauan Seribu (DKI Jakarta);

5. Proyek Infrastruktur Kereta Api Logistik di Kalimantan Timur;

6. Proyek pembangunan Kawasan Industri Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) di Sulawesi Tenggara;

7. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Sulawesi Tenggara;

8. Bendungan Rukoh dan Bangunan Pengarah Bendungan Rukoh (Aceh);

9. Pembangunan PLTS Skala Besar di Kepulauan Riau;

10. Integrasi PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) melalui pembentukan SugarCo, PalmCo , dan SupportingCo;

11. Proyek Pengembangan Smelter Terintegrasi PT Vale Indonesia di Bahodopi (Sulawesi Tengah);

12. Proyek Pengembangan Smelter Terintegrasi PT Vale Indonesia di Pomala (Sulawesi Tenggara);

13. Smelter Nikel Baterai Listrik di Halmahera Timur, Maluku Utara (Untuk Mendukung Industri Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia)

Dari alasan itu kita bisa menyimpulkan:

1. Secara tidak langsung rezim Jokowi-Ma’ruf mengakui gagal dalam menjalankan tugasnya  menaikkan pertumbuhan ekonomi. Dia terjebak pada banyaknya proyek yang membutuhkan investor, sementara saat ini investor belum siap menanamkan modalnya karena ketidakpastian hukum.

2. Alasan klasik untuk menyelamatkan ekonomi selalu mengundang investor untuk menanamkan modalnya ke berbagai proyek pemerintah, khususnya PSN (Proyek Strategis nasional).

Untuk menindaklanjuti Perppu ini maka akan disidangkan ke DPR, apakah alasan kegentingan yang memaksa itu bisa dinilai objektif oleh para dewan. Jika dianggap tidak objektif, DPR bisa saja menolak Perrpu itu. Maka mau tak mau Perppu harus dicabut.

Silahkan lihat Pasal 52 ayat (4) dan (5) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan:

(4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mendapat Persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang.

(5) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Namun, tidak sulit untuk memprediksi nasib Perppu ini. Penulis berkeyakinan kuat Perppu ini akan menjadi undang-undang, sebagaimana UU Cipta Kerja yang telah berlaku. 

Baca juga:

Meneropong Kesejahteraan Masyarakat Desa dari Industri Pariwisata Likupang Timur

Melimpah Emas di Kepulauan Sangihe, antara Keberkahan dan Kutukan

Subtansi Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Subtansi Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja | Design Advokatmanado.com
Subtansi Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja | Design Advokatmanado.com

Pasal 4 Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja “Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ruang lingkup Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengatur kebijakan Strategis Cipta Kerja yang meliputi:

a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

b. ketenagakerjaan;

c. kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;

d. kemudahan berusaha;

e. dukungan riset dan inovasi;

f. pengadaan tanah;

g. kawasan ekonomi.

h. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;

i. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan

j. pengenaan sanksi

Sebelumnya pada Pasal 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja “Pasal 4 dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dalam Pasal 3, ruang lingkup undang-undang ini mengatur kebijakan strategis Cipta Kerja yang meliputi:  

a) peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

b) ketenagakerjaan;

c) kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMK-M;

d) kemudahan berusaha;

e) dukungan riset dan inovasi;

f) pengadaan tanah;

g) kawasan ekonomi;

h) investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional;

i) pelaksanaan administrasi pemerintah; dan

j) pengenaan sanksi.

Terkait Ketenagakerjaan, kita menyorot lima substansi tentang Ketenagakerjaan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana dikutip dari Sekretaris Kabinet Indonesia:

1. Ketentuan alih daya (outsourching). Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihkan. Sedangkan dalam Perppu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.

2. Penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Upah minimum dihitung dengan pertimbangan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. 

3. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam PP (Peraturan PemerintaH).

4. Pada Perppu ini ditegaskan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP) serta dapat menetapkan upah minimum UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.

5. Penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja satu tahun atau lebih.

6. Terkait penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

7. Perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Sebenarnya secara substansi tidak ada perbedaan secara fundamental antara Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Baca juga:

Hari Tani Nasional 2022 (Masih Perampasan Lahan Pertanian)

Terjebak Permainan Pemerintah dan DPR

Setelah menjadi undang-undang Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, maka bisa dilakukan upaya judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi). Namun, lucu juga karena Perppu ini lahir atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja setelah judicial review ke MK.

Toh, apa yang diharap dari putusan MK, pemerintah dan DPR ini terbukti licik dan bebal terhadap hukum. Mereka melakukan berbagai upaya untuk nafsu kepentingan politiknya. Lihat saja bukan malah memperbaiki UU Cipta Kerja atau mencabutnya, tapi membuat Perppu yang substansinya sama saja dengan UU Cipta Kerja sebelumnya.

Sekarang rezim dan kelas pemodal telah menang atas perlawanan rakyat. Berbagai sudut jalan telah diblokade oleh rezim. Toh, kalaupun ada jalan ujung-ujungnya tetap buntu.

Penulis: Asmara Dewo, Konsultan Hukum

Posting Komentar untuk "Analisis Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja "