Melimpah Emas di Kepulauan Sangihe, antara Keberkahan dan Kutukan
Puncak Pusunge, Tahuna, Kepulauan Sangihe | Foto Konda Kinanti |
Advokatmanado.com-Ada tiga kabupaten di Pulau Sangihe, yang pertama Kabupaten Kepulauan Sangihe pusat pemerintahannya di Tahuna, kedua Kabupaten Talaud pusat pemerintahannya di Melonguane. Dan ketiga Kabupaten Kepulauan Sitaro (Siau Tagulandang Biaro) pusat pemerintahannya di Ondong Siau.
Kabupaten Kepulauan Sangihe ini sangat indah, kekayaan alamnya melimpah ruah, kekayaan lautnya juga menjadi lumbung rezeki bagi para nelayan. Kesuburan lahannya membuat para petani sejahtera. Tak heran, dengan profesi bertani dan nelayan orang tua di Kepulaun Sangihe mampu menguliahkan anaknya sampai ke jenjang Sarjana.
Bicara soal keindahan tak terbantahkan lagi, saking kerennya wisata alam ini banyak mengundang wisatawan berkunjung ke Pulau Sangihe. Memang wisata alam seperti pantai, air terjun, teluk, pulau-pulau kecil, dan spot diving menjadi incaran para adventure.
Terlihat Pulau Sangihe di antara Pulau Sulawesi Utara dan Pulau Mindano (Filipina) | Tangkapan layar Asmara Dewo/Advokatmanado.com |
Jarak dari Kota Manado (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara) ke Kepulauan Sangihe sekitar 142 Mil laut atau kira-kira 263 ribu Kilometer. Uniknya Kepulaun Sangihe ini berada di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Mindano (Republik Filipina). Bisa dibilang pulau ini merupakan perbatasan dengan negara tetangga Filipina.
Sebenarnya Pulau Sangihe ini selain dikenal dengan kekayaan dan keindahan alamnya, juga dikenal pulau rawan bencana. Mengutip BPNP terakhir bencana pada 4 Januari 2021, yaitu bencana hidrometeorolog (bencana banjir dan longsor) dipicu intensitas hujan tinggi dan kondisi tanah yang labil.
Rawan bencana karena berada di atas dua lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik, dan dua lempeng kecil, yaitu Lempeng Sangihe dan Lempeng Laut Maluku.
Pegunungan Sahendaruman (Sandaruman) di kepulauan Sangihe | Foto : Hanom Bashari/ Burung Indonesia |
Ada tiga gunung berapi, yaitu Gunung Tamako Sandaruman 1046 MDPL, Gunung Tahuna Awu 1320 MDPL, dan Gunung Tahuna Kakiralong 1002 MDPL. Selain itu ada gunung api bawah laut Kawio Barat, tingginya mencapai 3.400 meter, setara dengan gunung tertinggi Pulau Sumatera, Gunung Leuser dengan ketinggian 3.445 MDPL, atau Gunung Slamet di Jawa Tengah dengan ketinggian 3.432 MDPL.
Dalam laporan BPS 2022, Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe sekitar 736,98 Kilometer persegi, terdiri dari 15 kecamatan, 22 kelurahan, dan 145 desa (kampung). Jumlah penduduknya sebanyak 131.163 jiwa dengan rumah tangga 34.227 dan kepadatan penduduk 177 jiwa per Kilometer persegi panjang.
Nah, tambang emas itu berada di Desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.
Baca juga:
Bagaimana Polisi Bermasalah seperti Irjen Ferdy Sambo Dipecat Tidak Hormat
Kekayaan Alam Kepulauan Sangihe
Tanaman cabai di bawah perkebunan kelapa | Foto Kementan |
Seperti sudah disinggung di awal tadi, Kepulauan Sangihe kekayaan alamnya luar biasa. Lahannya subur, hasil panen melimpah ruah.
Berdasarkan data BPS 2021, hasil panen perkebunan pala mencapai 4.335 ton, kelapa dalam 23.712 ton, kelapa hibrida 497 ton, cengkeh 1.955 ton, dan sagu barug 2.621 ton.
Begitu juga dengan hasil panen buah, mangga 1.724 kuintal, durian 5.680 kuintal, jeruk siam 1.172 kuintal, pisang 21.404 kuintal, pepaya 5.555 kuintal, nangka/cempedak 2.032 kuintal, sukun 4.575 kuintal.
Sedangkan buah salak pada 2020 mencapai 96 kuintal.
Tak kalah pula dengan hasil tanaman biofarmaka. Hasil panennya bisa dilihat pada 2020, jahe sebanyak 2.887 Kg, kencur 69 Kg, kunyit 3.282 Kg, lengkuas 1.215 Kg, Temulawak 1.127 Kg, dan Kapulaga 403 Kg.
Nah, hasil data tanaman hias juga sangat bagus, pada 2021 bunga anggrek 3.490 tangkai, Krisan 113 tangkai, Sri Rejeki 1.386 tangkai, pakis 85 tangkai, sedap malam 81 tangkai.
Infografis hasil panen masyarakat Kepulauan Sangihe pada 2020 | Asmara Dewo/Advokatmanado.com |
Pada 2020 hasil panen bawang merah 42 kuintal, dan 2021 sebanyak 114 kuintal. Pada 2019 hasil panen cabe besar mencapai 312 kuintal, dan pada 2020 hasil sebanyak 31 kuintal. Pada 2020 cabe rawit 3.816 kuintal, pada 2021 sebanyak 1.602 kuintal. Pada 2020 tomat 624 kuintal, dan 2021 sebanyak 118 kuintal 2021.
Tahun 2020 hasil panen mentimun sebanyak 1.935 kuintal, 2021 sebanyak 982 kuintal. Pada 2020 hasil kangkung 273 kuintal, dan pada 2021 sebanyak 216 kuintal.
Ini membuktikan bahwa lahan Kepulauan Sangihe benar-benar subur, dan melimpah ruah.
Kekayaan laut jelas tak terbantahkan lagi. Ada banyak jenis ikan di Kepulauan Sangihe. Berikut data hasil tangkapannya pada 2020 dikutip dari jurnal Unsrat:
1. Ikan selar 285 ton;
2. Ikan layang 7.379 ton;
3. Teri 640 Kg;
4. Lemuru 803 Kg;
5. Kuwe 5 ton;
6. Ikan terbang 13 ton;
7. Ikan julung-julung 43 ton;
8. Ikan Kembung 869 Kg;
9. Ikan Sunglir 2 ton;
10. Ikan cendro 27 ton.
Ikan tangkapan dari Kepulaun Sangihe itu juga diekspor ke luar negeri, seperti ke Thailand, Taiwan, Korea, dan Singapura. Salah satu perusahaan swasta dalam rentang waktu Januari-Mei 2020 sudah mengekspor 230 ton, sebagaimana dalam laporan Manado Online.
Ilustrasi hiu martil | Foto Marko Dimitrijevic/Wikipedia Commons |
Selain itu laut di Kepulauan Sangihe juga menyimpan ikan hiu martil di kedalaman laut sampai 70-80 meter. Sebelumnya hiu ini ditangkap oleh masyarakat sekitar, karena banyak peminatnya. Terakhir pada 2017 pemerintah setempat membuat larangan penangkapan ikan hiu.
“Kami sudah memberikan sosialisasi kepada semua nelayan yang ada di Sangihe untuk tidak menangkap ikan hiu,” tutur Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Sangihe Feliks Gaghaube, seperti laporan Republika.
Begitu juga melindungi kekayaan laut Kepulauan Sangihe, menukil Beta Hita ada ekosistem bakau seluas 632 hektar dan terumbu karang diperkirakan mencapai 6.773 hektar, membentang dari Brave Hills Napo-Para Island hingga Pulau Bukide.
Burung Endemik yang Hampir Punah
Burung Seriweng Sangihe (Eutrichomyas Rowleyi) | Foto via Earth.com |
1. Burung Seriweng Sangihe (Eutrichomyas Rowleyi) statusnya kritis;
2. Burung Anis-Bentet Sangihe (Coracornis Sanghirensis) statusnya kritis;
3. Paok Merah Sangihe (Eryphropitta Caeruleitorques) statusnya rentan;
4. Serindit Sangihe (Loriculus Catamene) statusnya rentan;
5. Burung Madu Sangihe (Aethopyga Duyvenbodei) statusnya rentan;
6. Celepuk Sangihe (Otus Collari) statusnya rentan;
7. Raja Udang Sangihe (Cittura Sangirensis) statusnya rentan;
8. Udah Merah Sangihe (Ceyx Sangirensis) statusnya kritis;
9. Kacamata Sangihe (Zosterops Nehrkorni) statusnya kritis;
10. Brinjji Emas Sangihe (Thapsininllas Platenae).
Terkait Burung Seriwang Sangihe atau Niu, tidak banyak orang tahu burung berukuran 18 Centimeter yang berwarna biru gelap dan abu-abu kebiruan ini. Karena memang pernah dianggap punah dari Kepulauan Sangihe. Pertama kali dikoleksi oleh naturalis kebangsaan jerman, AB Meyer pada 1873, keberadaan Burung Seriwang tak pernah tercatat kembali. Hingga pernah pada 1978 di sekitar Gunu Awu, bagian utara Pulau Sangihe, burung itu kembali ditemukan, tetapi tidak ada bukti atas klaim tersebut, sebagaimana dalam laporan Mongabay.
Hingga akhirnya burung berbulu dominan biru ini ditemukan kembali pada ekspedisi yang dipimpin oleh John Riley dan James C Wardill dari Universitas Newyork dan Universitas of Leeds Inggris pada 1998 di sekitar Gunung Sahendaruman.
Baca juga:
Memahami Lagi Nasib Buruh Informal di Sulawesi Utara
Sektor Pariwisata Kepulauan Sangihe
Penyelam di sekitar gunung api bawah laut Sangihe | Foto via Tribun |
Objek wisata di Kepulauan Sangihe juga tak kalah dengan daerah lainnya di Provinsi Sulawesi utara. Begitu indah dan begitu menakjubkan. Tak heran wisatawan mancanegara berbondong-bondong mengunjungi Pulau Sangihe sejak tahun silam.
“Kabupaten Sangihe sudah mulai dilirik wisatawan mancanegara (Wisman), baik dari wilayah Asia maupun Eropa. Karena itu jumlah wisatawan asing yang datang terus bertambah,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sangihe 2016 Jefri Tilaar, tulis Antara News.
Pada 2021 berdasarkan pintu masuk melalui Bandara Sam Ratulangi Wisman sebanyak 15 ribu orang. Namun, jumlah Wisman turun disebabkan pandemi Covid-19 sejak Februari, Maret, April, dan seterusnya pada 2020 lalu. Bisa dilihat data BPS pada 2020 Wisman yang berkunjung ke Sulut berjumlah 23.031, sedangkan pada 2019 yang berkunjung berjumlah 129.587.
Meski masih dalam masa pandemi, Dinas Pariwisata Kepulauan Sangihe tetap optimis bahwa pariwisata mereka bisa maju dan berkembang.
“Yang pasti untuk hal-hal terkait potensi daerah, itu tidak bisa dibendung misalnya daya tarik budaya, daya tarik alam ini tidak bisa membendung kedatangan wisatawan. Baik wisatawan asing, maupun wisatawan dalam negeri. Kita juga tidak akan berhenti mempromosikan hal-hal yang sudah ada, kalau itu adalah kegiatan rutin. Jajaran pariwisata itu menganggap merupakan hal wajib dilakukan, baik ada anggaran maupun tidak ada anggaran. Kita tetap kerja demi untuk promosi kemajuan pariwisata di daerah,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Sangihe 2022 Femmy Elsye Oktaviane Montang.
Infografis objek wisata Kepulauan Sangihe | Asmara Dewo/Advokatmanado.com |
Tempat makan tidak perlu khawatir ada 76 unit tersebar di Kepulauan Sangihe.
Masyarakat Kepulauan Sangihe
Masyarakat menggelar upacara adat Tulude | Foro Sindomanado |
Masyarakat Sangihe sejak lama bekerja dengan sistem gotong royong, istilahnya palose (mapalus dalam bahasa tountemboan). Dan mereka dalam kehidupan bermasyarakat berfilosofi “Somahe kai Kehage”, artinya semakin besar tantangan yang kita hadapi, semakin gigih kita menghadapi tantangan sambil memohon kekuatan dari Tuhan, pasti akan peroleh hasil yang gilang gemilang.
Masyarakat Sangihe sangat menghargai anugerah yang diberikan alam semesta, mereka setiap tahun melakukan ritual sebagai rasa syukurnya.
Mengutip Beta Hita, salah satu ritualnya adalah upacara adat Tulude yang diwariskan nenek moyang. Tulude berasal dari kata suhude, yang artinya melepaskan sesuatu dari ketinggian hingga meluncur ke bawah. Namun dalam acara sakral itu maknanya menjadi menolak bala atau bencana.
“Upacara itu adalah ungkapan syukur atas pemeliharaan Tuhan kepada manusia dan alam sepanjang tahun yang lewat, dan memohon pertolongan Sang Pencipta untuk tahun yang baru,” kata Jull Takaliuang.
Baca juga:
Sulawesi Utara (Manado) Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak
Perusahaan Tambang Mas Sangihe
CEO dan Presiden Baru Gold Corporation Terry Filbert | Foto via Suara |
Detik memaparkan PT TMS (Tambang Mas Sangihe) merupakan perusahaan patungan yang terdiri dari empat pihak. Mereka memiliki izin kontrak kerja 42 ribu hektare di Kepulauan Sangihe dengan nomor perizinan 163.K/MB.04/DJB/2021. Izin didapatkan PT TMS selama 33 tahun, sejak 29 Januari 2021 sampai 28 Januari 2054.
42 ribu hektar setara dengan 420 Kilometer persegi, sementara luas Kepulauan Sangihe 737 Kilometer persegi, maka luas izin tambang yang diberikan mencapai 56,98 persen. Artinya setengah Kepulauan Sangihe akan dieksploitasi tambang emas oleh PT TMS.
PT TMS dimiliki 70% oleh Sangihe Gold Corporation, korporasi tambang asal Kanada yang memiliki kantor di Jakarta. Dan sisanya 30% dari perusahaan lokal, rinciannya PT Sungai Belayan Sejati 10%, PT Sangihe Prima Mineral 11%, dan PT Sangihe Pratama Mineral 9%.
Diketahui dari laman Barugold.com ternyata Gold Corporation juga mengerjakan proyek di PT Miwah Tambang Emas. Tambang Emas Miwah terletak di tenggara Banda Aceh yang terdiri dari 30 ribu hektar.
Miwah sebenarnya nama Gunung di sana, yang kini jadi nama perusahaan tersebut. Sama halnya dengan Pulau Sangihe, Gunung Miwah saat ini telah dieksploitasi oleh Gold Corporation. Bedanya Gunung Miwah sudah dieksploitasi sejak tahun 1997 oleh Perusahaan Krueng Mesen.
Kemudian penambangan itu dilanjutkan oleh PT Miwah Tambang Emas, yaitu perusahaan patungan antara Australian Highlands Gold dan perusahaan lokal PT Miwah Subur.
Dalam wawancara BBC dengan CEO dan Presiden Baru Gold Corporation Terry Filbert mengungkapan di Kepulauan Sangihe ada sekitar 114-119 ribu ons emas.
Terkait dalam proses pembuatan Amdal, Terry mengaku dalam pertemuan dengan warga dihadiri lima atau enam orang yang hadir dan mereka adalah pejabat dan perwakilan di sana.
Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atas PT TMS
Gedung Kementerian ESDM | Foto via ESDM |
Pasal 6 ayat 1 huruf k Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara “Pemerintah Pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara berwenang: menerbitkan Perizinan Berusaha”.
Untuk pelaksanaannya lihat Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, “Ayat (1) Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Ayat (2) Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian: a. nomor induk berusaha; b. sertifikat standar; dan/atau c. izin”.
Selanjutnya Pasal 9 ayat (1) PP No. 96/2021 “IUP diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh: a. Badan Usaha; b. Koperasi; atau c. perusahaan perseorangan”.
Sejak berlakunya Undang-Undang Minerba di atas, perusahaan tidak perlu lagi meminta izin usaha tambang dari Pemerintahan Daerah, mereka bisa langsung meminta izin ke Pemerintah Pusat melalui Menteri ESDM (Energi Sumber Daya Mineral).
Begitu juga dengan luas dan batasnya, perusahaan tambang bisa memperoleh izin dari pusat sebagaimana Pasal 17 ayat 1 UU No. 3/2020 Minerba menjelaskan “Luas dan batas WIUP mineral logam dan WIUP Batubara ditetapkan oleh menteri setelah ditentukan oleh gubernur”.
Berita Manado melaporkan PT TMS (Tambang Mas Sangihe) pada 7 Oktober 2017 mengirim surat permohonan rekomendasi sehubungan dengan kesesuaian tata ruang melalui agenda pembahasan BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah). Karena PT TMS akan melakukan penyusunan Amdal (Analisis Mengenai Lingkungan).
Kemudian merespon surat permohonan tersebut, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe melaksanakan rapat BKPRD. Hasil rapat itu kegiatan pertambangan tidak dapat dipenuhi karena tidak sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil. Salah satu pertimbangannya Kepulauan Sangihe berukuran kecil, karena luasnya 736 Kilometer persegi, sehingga tidak bisa dilakukan pertambangan.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 | Asmara Dewo/Advokatmanado.com |
Pasal 23 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil:
Ayat (1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.
Ayat (2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan sebagai berikut: a. konservasi; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. budi daya laut; e. pariwisata.
Pulau kecil yang dimaksud Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 Kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya. Sementara luas Kepulauan Sangihe hanya 737 Kilometer persegi.
Dampak Buruk Tambang Emas
Lubang tambang emas Grasberg, Freeport Indonesia | Foto Tribunnews |
Laman itu juga mengungkapkan, perusahaan pertambangan di seluruh dunia secara rutin membuang limbah beracun ke sungai, danau, dan lautan. Penelitian menunjukkan 180 juta ton limbah tersebut dibuang setiap tahun. Jika dibuat infrastruktur seperti bendungan tailling, bendungan itu sering gagal.
Menurut UNEP telah terjadi 221 kegagalan bendungan tailing besar. Hal itu telah membunuh ratusan orang di seluruh dunia, ribuan mengungsi, dan mencemari air minum.
Berikut beberapa kerusakan akibat tambang emas:
1. Kerusakan Lingkungan
Hasil Jurnal Unsiyah menyimpukan penambangan emas telah merusak lingkungan, dan berdampak kepada para petani. Lahannya telah rusak, karena mata air tercemar.
Hal itu juga diungkapkan pada Clean Earth, penambangan emas mengganggu lanskap, permukaan air, stabilitas geologi, dan ekosistem sekitarnya karena sejumlah bijih harus dibuang untuk mendapatkan bijih emas.
Karena sifat dan jumlah bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan emas, proses tersebut mengganggu air bawah tanah dan mencemari sistem air, dan secara bersamaan menciptakan tumpukan limbah beracun.
Contoh terdekat saja tambang emas Grasberg, tambang emas terbesar di dunia melalui anak perusahaan PT Freeport Indonesia. Akibat tambang itu telah menghasilkan 110 ribu ton tailing tambang beracun setiap hari ke Sungai Ajikwa.
Saking mengerikannya lubang tambang emas Grasbersg sampai terlihat dari luar angkasa.
Hal ini mengingatkan bahwa profesi masyarakat Kepulauan Sangihe adalah bertani dan nelayan.
Tambang emas juga mengakibatkan banjir dan longsor karena hutannya digunduli untuk lahan tambang. Hal itu terjadi di tambang emas Akyem, Ghana. Tambang terbuka itu telah menghancurkan 183 hektar hutan lindung. Dampaknya sebagian hutan itu telah gundul selama 40 tahun.
Hal ini tentu bisa memicu bencana, karena Kepulauan Sangihe memang rawan bencana.
2. Memicu Pemanasan Global
Laman Clean Earth mengulas bahwa teknik pelindian sianida diadopsi dalam mengekstraksi emas, seperti PT Tambang Mas Sangihe, proses ini sangat merusak lingkungan. Selain itu juga melanggar prinsip pembangunan berkelanjutan, menggunakan air dan energi dalam jumlah besar, berkontribusi terhadap pemanasan global.
Juga mengeluarkan hidrogen sianida dan menciptakan rawa limbah berbahaya. Terjadinya polusi tanah, air, dan udara dari penambangan emas melalui metode pelindian tumpukan sianida.
Dampak tambang emas | Asmara Dewo/Advokatmanado.com |
3. Kepunahan Satwa Langka
Penambangan emas juga bisa memicu kepunahan satwa langka, hal ini seperti penelitian Nature pada Penambangan Emas di Myanmar Bagian Utara, terjadi penurunan Rusa Sambar (Rusa Unicolor) dan terancamnya Harimau Indochina (Pantera tigris corbetti). Penelitian itu juga mengungkapkan terjadinya penggundulan hutan, pencemaran, imigrasi massal, bahkan kematian pekerja keracunan logam2.
Fakta itu juga diperkuat dalam catatan Earth Works, area penambangan emas sering dipenuhi dengan tumpukan racun yang sangat besar. Beberapa mencapai ketinggian 100 meter, hampir setinggi bangunan 30 lantai, dan dapat mengambil alih seluruh lereng gunung.
Perlawanan Masyarakat Sangihe
Warga berdemo Kebudes Kanada untuk menolak tambang di Sangihe | Foto Karin Nur Secha/Detik |
Non Litigasi
Karena begitu bahayanya dampak tambang emas terhadap lingkungan dan manusia, masyarakat menolak PT Tambang Mas Sangihe. Mereka mengorganisir diri dan akhirnya membentuk gerakan masyarakat melawan tambang.
Tak hanya bergerak secara fisik, gerilya udara melalui berbagai media sosial pun dilakoni, salah duanya akun Instagram @save.sangihe dan Fanpage Save Sangihe Island. Akun itu sebagai informasi update terkini dan menghimpun solidaritas gerakan masyarakat.
Demi memperluas dukungan publik secara nasional, gerakan perlawanan itu juga membuat petisi di change.org dengan judul “Sangihe Pulau Indah, Kami Tolak Tambang!”. Sampai saat ini dukungan publik sudah mencapai 158.148 orang. Nah, silahkan juga bersolidaritas dengan menandatangani petisi itu di sini.
Setengah Pulau Sangihe akan dieksploitasi PT TMS | Foto via Change.org |
Masyarakat Sangihe juga melakukan demonstrasi ke pihak-pihak terkait dengan tuntutan PT Mas Sangihe harus angkat kaki dari pulau mereka. Terakhir pada 7 Juli 2022 di depan Kantor Kementerian ESDM, Tebet, Jakarta Selatan.
Masyarakat membawa spanduk dengan tegas menolak tambang, beberapa tulisannya terlihat “Sangihe Pulau Kecil, Tidak untuk Ditambang. Hentikan dan Cabut Izin PT TMS!” tulis Detik pada laporannya.
Masyarakat Sangihe bergantian berorasi di sana menyampaikan segala tuntutan dan keresahan yang melanda kampung mereka.
“Sangihe itu pulau kecil, tidak bisa ditambang. Kami bergantung pada ikan, kami bergantung sebagai nelayan, kami bergantung pada hasil bumi, ada cengkeh, ada pala, ada kopra, makanan kami sagu. Ketika air kami akan dipakai untuk mengolah emas berarti kami akan mengelola sagu dengan air beracun,” ujar Jull Takaliuang, salah satu anggota Save Sangihe Island.
“Jangan racuni kehidupan kami dengan operasi tambang di Sangihe. Karena pulau kami kecil, sumber air kami terbatas. Pakai hati bapak, pakai pikiran bapak. Kalau itu terjadi pada keluarga bapak, kalau itu saudara bapak, kalau itu kampung bapak, tentu bapak punya sikap seperti kami,” kata dia lagi.
Setelah berdemonstrasi di sana, gerakan perlawanan masyarakat Sangihe menuju ke Kedubes Kanada, Setia Budi, Jakarta Selatan. Namun, pihak Kedubes tak seorang pun menemui para demonstran yang datang jauh-jauh dari Kepulauan Sangihe.
Pihak Kedubes malah menyuruh demonstran untuk menulis surat ke Kemenlu untuk diadakan mediasi. Masyarakat Sangihe kecewa dan marah.
“Jadi kalau saat ini kami datang jauh-jauh dengan uang puluhan juta tidak gampang bagi kami. Bagi kami tanah kekayaan Sangihe itu adalah warisan untuk anak cucu kami, bukan untuk bangsa asing, camkan dengan baik itu! Kami warga Kepulauan Sangihe tidak terima diperlakukan seperti binatang,” kata salah satu orator, sebagai dalam laporan Detik.
Litigasi
Warga Sangihe bersama Tim Hukum SSI di PTTUN Jakarta | Foto JATAM |
Perlawanan litigasi masyarakat Sangihe dengan melayangkan gugatan ke PTUN Manado. Gugatan dengan nomor 57/G/LH/2021/PTUN.Mdo melalui 56 perempuan Sangihe terhadap Keputusan Kadis Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Sulut dikabulkan PTUN Manado.
Maka sejak putusan itu izin lingkungan PT Tambang Mas Sangihe tidak berlaku lagi.
Artinya mereka belum bisa beroperasi untuk penambangan emas di Kepulauan Sangihe.
Pihak Pemprov Sulut tidak terima dengan putusan PTUN Manado, mereka pun melakukan upaya banding.
“Kita akan mengajukan banding, saya sudah koordinasi dengan Dinas Penanaman Modal-Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang memberikan kuasa ke Biro Hukum. Penyampain sebagai tergugat kita akan banding ke PTTUN di Makasar,” ujar Karo Hukum Pemprov Sulut, Flora Krisen kepada Detik, 3 Juni 2022.
Kabar terbaru masyarakat Sangihe juga menang pada Pengadilan Tingkat Tinggi Tata Usaha Jakarta melalui putusan Banding No. 140/B/2022/PT.TUN.JKT pada 31 Agustus 2022. Dalam putusannya hakim membatalkan dan mencabut Keputusan Menteri ESDM No. 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Tambang Mas Sangihe.
Maka atas putusan hakim tersebut semakin menguatkan bahwa PT TMS tidak bisa menambang emas di Kepulaun Sangihe, karena izinnya harus segera dicabut.
Perjuangan masyarakat Sangihe tentu saja belum usai. Pada 1 September 2022 Kepolisian Resor Kepulauan Sangihe telah memanggil 14 masyarakat Sangihe yang tergabung di Save Sangihe Island.
Hal ini bisa saja untuk mengendorkan semangat perjuangan masyarakat Sangihe untuk menyelamatkan pulau mereka dari PT Tambang Mas Sangihe yang sarat melanggar hukum dan mengabaikan Hak Asasi Manusia.
Baca juga:
Meneropong Kesejahteraan Masyarakat Desa dari Industri Pariwisata Likupang Timur
Posting Komentar untuk "Melimpah Emas di Kepulauan Sangihe, antara Keberkahan dan Kutukan"