Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Akibat Tidak Setaranya Buruh dan Pengusaha

Ilustrasi ketidaksetaraan antara pengusaha dan buruh | Asmara Dewo, Advokat Manado

Advokatmanado.com-Apakah boleh pengusaha sesuka hati saja memecat buruh? Jawabannya tentu saja tidak, tetapi faktanya kita tahu sama tahu. Dengan ketimpangan relasi kuasa antara pengusaha dan buruh, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sepihak mudah terjadi. “Bim salabim.” Pengusaha merapal mantra, hitungan detik buruh sudah dirumahkan. 


Berbagai alasan pula pengusaha memecat buruh, mulai dari omzet yang menurun sehingga menyebabkan kerugian, perampingan struktur korporasi, sampai subjektif pengusaha terhadap buruh. PHK adalah bayang-bayang nyata yang bisa saja terjadi pada setiap buruh di Indonesia, tanpa pengecualian. Mulai dari perusahaan besar multinasional, sampai perusahaan jenis Usaha Dagang di pasar tradisional.


Sebagai contoh buruh sakit dan minta izin  cuti kerja. Dan buruh itu sudah mendapatkan izin langsung dari bosnya. Tetapi setelah kembali masuk kerja, bos tersebut memarahi dan membentak si bos. Padahal selama buruh bekerja di perusahaan tersebut, begitu banyak hak-hak normatif yang tidak dipenuhi oleh perusahaan, sebagai contoh: gaji di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi), tidak mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan, jam kerja lebih dari 8 jam, dan lain sebagainya.


Kita juga sama-sama tahu sulitnya mendapatkan pekerjaan zaman sekarang, jadi ketika ada PHK di satu keluarga, artinya asap yang mengepul di dapur berkurang. Dan itu tentu berdampak pada asupan gizi anak yang selama ini bisa dipenuhi, biaya pendidikan keluarga, dan kebutuhan primer lain yang selama ini bisa terpenuhi.

Baca juga:

Penghapusan Pasal 155 UU Ketenagakerjaan dalam Perppu Cipta Kerja

Buruh dalam Bayang-Bayang PHK tanpa Pesangon

Analisis Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja


PHK adalah permasalahan serius. Kasus PHK bisa dibilang kasus paling urgen dibandingkan kasus lainnya. Karena kasus perburuhan berdampak langsung pada keluarga buruh itu sendiri. 


Lalu bagaimana jika buruh yang di-PHK tadi masih ingin tetap bekerja di sana, karena dia sangat membutuhkan uang untuk menopang keluarga? 


Ini merupakan perselisihan hak antara kedua belah pihak. Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 ayat (2) UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial “Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”


Selanjutnya bagaimana menyelesaikan permasalahannya dengan perspektif yang berbeda itu?

Pasal 3 ayat (1) UU No. 2/2004 “Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaian terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.”


Serikat Buruh bisa memediasi ke perusahaan agar buruh bisa kembali bekerja, dan memperjuangkan hak-hak buruh yang selama ini belum didapatkan. Jika tidak ada Serikat Buruh, maka buruh sendiri bisa maju mewakili kepentingan hukumnya. 


Pada tahap bipartit tidak menemukan titik temu antara dua kepentingan tersebut, buruh selanjutnya membuat permohonan Tripartit ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. Hal itu dijelaskan di Pasal 8 UU No. 2/2004 “Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.”


Jika masih mengalami kebuntuan antar pihak, maka bisa mengajukan gugatan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Lihat Pasal 14 ayat (1) UU No. 2/2004 “Dalam hal anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf a ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.”


Jadi prosesnya cukup panjang, buruh bisa melakukan upaya di atas untuk memperjuangkan hak-hak normatifnya. 


Penulis: Asmara Dewo, Konsultan Hukum

Posting Komentar untuk "Akibat Tidak Setaranya Buruh dan Pengusaha"