Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meneropong Kesejahteraan Masyarakat Desa dari Industri Pariwisata Likupang Timur

Pemandangan Bukit Pulisan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Likupang Timur
Pemandangan Bukit Pulisan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Likupang Timur | Foto: shutterstock/Sony Herdiana

Advokatmanado.com-Pemerintah seolah-olah dengan sim salabim bisa membawa masyarakat Likupang Timur sejahtera dengan ide Industri Pariwisata. Padahal belum tentu, karena kita bisa melihat di wilayah lain dengan pariwisata ternyata tidak memberikan perubahan yang progres pada masyarakatnya.


Memang tidak perlu diragukan lagi, industri pariwisata memberikan kontribusi pendapatan pada negara. Wisatawan Mancanegara (Wisman) sangat suka dengan alam, budaya, dan orang Indonesia. Tak heran Wisman yang berkunjung terus meningkat, kecuali pada masa Covid-19 pada awal 2020 lalu.


Namun, masyarakat lokal ekonominya tidak tumbuh bahkan makin kesulitan hidup. Malah mendapatkan dampak buruk dari budaya yang tergerus, kerusakan lingkungan, alih lahan dan alih profesi.


Industri Pariwisata

Lukmanul Hakim mengutip M.J Prajogo dalam jurnal Industri Pariwisata dan Pembangunan Nasional menjelaskan Industri pariwisata merupakan suatu proses kegiatan ekonomi di bidang kepariwisataan yang produknya berupa jasa-jasa (services) untuk memenuhi kebutuhan wisatawan secara compartable (menyenangkan), privacy (betah karena tidak terganggu) dan security (terjamin keamanan pribadi) sehingga wisatawan kerasan.


Jurnal itu juga mengutip Kadin dari Oemar Hamalik, Cabang Industri Pariwisata terbagi tiga:

1. Sarana Pokok (Main Tourism Supra Structure)

Sarana pokok ialah perusahaan-perusahaan yang kelangsungan hidupnya tergantung pada ada atau tidaknya wisatawana, seperti travel agencis, tourist transportation, accomodation/hotel dan lainnya, catering trade, tourist objects, souvenir.

2. Sarana Pelengkap (Suplementing Tourism Supra Structure)

Sarana pelengkap adalah perusahaan-perusahaan yang melengkapi sarana pokok, yang berfungsi membuat para wisatawan senang, betah, kerasan, sehingga mereka ingin tinggal lebih lama pada suatu tempat. Yang termasuk kategorinya antara lain, swimming pool, tennis court, golf course, recreation centre, dan lain sebagainya.

3. Sarana Penunjang (Suporting Tourism Supra Structure).


Sarana penunjang adalah perusahaan-perusahaan yang melengkapi sarana dan pelengkap yang berfungsi tidak saja membuat wisatawan lebih lama tinggal atau berdiam pada suatu tempat atau daerah, tetapi agar wisatawan yang bersangkutan lebih banyak mengeluarkan uangnya di tempat yang mereka kunjungi tersebut. Dalam kategori ini adalah night club, steambath, casino.


Dapatlah dikemukakan bahwa cabang-cabang industri pariwisata banyak sekali. Dan tentu erat hubungannya satu sama lain. Tiap perusahaan dapat bekerja lebih efektif dan efisien apabila satu sama lain mengadakan hubungan kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan.


Lalu apa saja produk pariwisata itu, jurnal itu mengutip Nyoman S Pendit dari Michele Troisi dalam bukunya La Rendita Trisca, yakni: 

1. Benda-benda yang dapat diperoleh dengan jalan bebas, seperti udara, cuaca, iklim, panorama, keindahan alam sekitar, keajaiban semesta, dan sejenisnya yang disebut “modal pariwisata potensial dan langgeng”.

2. Benda-benda pariwisata yang diciptakan seperti monumen, tempat-tempat bersejarah, benda-benda arkeologi, candi, masjid, dan sejenisnya.

3. Benda-benda pelayanan (service) kepariwisataan yang harus ditambahkan pada benda-benda dalam kategori 1 dan 2 fasilitas yang membentuk aparat penerimaan sang wisatawan. Dalam kategori ini termasuk alat pelengkap angkutan, pramuwisata dan sebagainya yang dapat digolongkan dalam alat dan perlengkapan industri pariwisata seperti dijelaskan di atas.


Baca juga: Banyak yang Belum Tahu, Ini Peran Penting Paralegal dalam Pengadvokasian


Wisatawan di Sulawesi Utara

Jumlah wisatawan asing ke Indonesia dan ke Sulawesi Utara
Jumlah wisatawan asing ke Indonesia dan ke Sulawesi Utara|Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Wisatawan yang mengunjungi berbagai objek wisata terdiri dari Wisman (wisatawan mancanegara) dan wisatawan nusantara atau wisatawan domestik. Kunjungan Wisman trennya memang naik, namun karena pandemi Covid-19, jumlahnya turun drastis.

Sesuai dengan International Recomendations Tourism Statistics (IRTS) 2008 yang diterbitkan United Nation Statistics Division (UNSD) dan United Nations World Tourism Organization (UNWTO) seperti dikutip dari BPS, definisi Wisman adalah setiap orang yang melakukan perjalanan ke suatu negara di luar negara tempat tinggalnya kurang dari satu tahun, didorong oleh suatu tujuan utama (bisnis, berlibur, atau tujuan pribadi lainnya), selain untuk bekerja dengan penduduk negara yang dikunjungi.


Dalam catatan BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah kunjungan Wisman (wisatawan mancanegara) pada 2021 ke Indonesia sebesar 1,56 juta. Pada 2020 Wisman hanya 4,05 juta. Padahal pada 2019 mencapai 16,11 juta sebelum pandemi Covid-19. Sebelumnya dalam catatan BPS 2018 sebesar 15.81 juta Wisman, sedangkan pada 2017 sebesar 14.04 juta Wisman. 


Sementara Wisnu (wisatawan nusantara) berdasarkan BPS 2018 berjumlah 303,4 juta. Pada 2019 Wisnu angkanya naik menjadi 722,2  juta, dan pada 2020 Wisnu turun menjadi 518,6 juta, hal ini karena pandemi Covid-19 sudah melanda Indonesia.


Berikut lima besar Wisman pada 2021 berkunjung ke Indonesia berdasarkan negaranya:

1. Timor Leste berjumlah 819.488 Wisman;

2. Malaysia berjumlah 480.723 Wisman;

3. Tiongkok berjumlah 54.713 Wisman;

4. Amerika Serikat berjumlah 21.962 Wisman;

5. Singapura berjumlah 18.704 Wisman.


Pada 2021 berdasarkan pintu masuk melalui Bandara Sam Ratulangi Sulawesi Utara sebanyak 15,24 ribu Wisman. Jumlah Wisman turun disebabkan pandemi Covid-19 sejak Februari, Maret, April, dan seterusnya pada 2020 lalu. Bisa dilihat data BPS pada 2020 Wisman yang berkunjung ke Sulut berjumlah 23.031, sedangkan pada  2019 yang berkunjung berjumlah 129.587.


Pengelola Wisata Likupang Timur

Pengelola Kawasan Ekonomis Khusus pariwisata Likupang
Pengelola Kawasan Ekonomis Khusus pariwisata Likupang | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

PT Minahasa Permai Resort Developmenet (MPRD) anak Perusahaan Sintesa Group adalah perusahaan swasta yang menginisiasi KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Pariwisata Likupang. Kemudian perusahaan ini bekerjasama dengan PT Pengembang Pariwisata Indonesia (Persero) atau ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation).


MPRD didirikan pada 1992 sebagai proyek ambisius pendiri Sintesa Group, Johnny Widjaja. Dengan visi untuk mengembangkan kawasan terintegrasi pariwisata yang ramah lingkungan. Pada 2014, visi itu perlahan menjadi nyata melalui konsep bisnis eco-tourism yang memadukan alam dan budaya sebagai visi usaha anak perusahaan ini.


Selanjutnya pada 2019, Pemerintah Indonesia memberikan izin khusus di KEK (Kawasan Ekonomi Khusus). Izin pengembangan diberikan untuk membangun dan mengembangkan KEK Likupang, tepatnya di Tanjung Pulisan, Sulawesi Utara.


ITDC sendiri adalah badan usaha milik negara yang spesial dalam pengembangan kompleks pariwisata terpadu. 100 persen saham ITDC dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah Indonesia/Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


Pada 16 Agustus 2018 Humas Pemprov Sulut, Christian Iroth, mengatakan ada investasi dari pelaku usaha lain yang ditargetkan mencapai Rp 5 triliun. Perusahaan penanaman modal tersebut telah melengkapi semua dokumen yang diperlukan untuk pengembangan usaha dan telah mengakuisisi lahan seluas 155 hektar dengan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangungan) dan seluas 42,4 hektar SHM (Sertifikat Hak Milik), sebagaimana dalam laporan Asia Today.


Target investor yang masuk tiga tahun pertama adalah Maestro & Partners melalui pembangunan resort mewah senilai 357 miliar, sedangkan Sejuta Rasa Carpedia akan membangun Beach Club senilai 307 miliar. Begitu juga Dune World akan membangun resort selam mewah senilai 50 miliar, dan Artha Prakarana akan membangun Nomadic Resort senilai 36 miliar.


Mengutip Detik.com, Direktur Operasi dan Inovasi Bisnis Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Arie Prasetyo memperkirakan pengembangan KEK Likupang tahap awal membutuhkan investasi sebesar Rp 2,2 triliun. Sementara itu, Direktur PT MPRD Paquita Widjaya menyebut pembangunan KEK Likupang tersebut sekitar Rp 11 triliun hingga 2024. 


Salah satu langkah untuk menggaet investor, Menparekraf (Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif) Sandiaga Uno mengundang 50 lebih investor dalam “Gala Dinner Tourism & Creative Economy Investment Forum in North Sulawesi” di Manado pada 6 Maret 2021 lalu. 


Kepala Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Sulut (Sulawesi Utara) Henry Kaitjily mengatakan, investasi di KEK Pariwisata Likupang mencapai Rp7,1 triliun. “Sebesar Rp 1,1 triliun untuk infrastruktur dan sisanya Rp 6 triliun yang akan diplot untuk kawasan komersial, investasi pelaku usaha tidak terbatas,” kata dia sebagaimana ditulis Republika.co.id pada 7 Agustus 2021 lalu.


Media Indonesia melaporkan pada 16 Februari 2022 Menparekraf Sandiaga Uno kembali mengundang 25 investor dalam negeri dan asing untuk berinvestasi di KEK Likupang. Namun Sandiaga Uno tidak menyebutkan detail perusahaan besar mana saja yang diajak. Investasi yang ditargetkan hadir di Likupan ini berada pada lingkup usaha di bidang pariwisata mulai hotel, restoran, fasilitas olahraga, marina, dan beberapa sarana pendukung pengembangan potensi ekonomi kreatif. 


Baca juga: Mengalami Kekerasan Seksual, 7 Hal Ini yang Harus Diperhatikan


Desa Wisata Pulisan, Likupang Timur

Gerbang Desa Wisata Pulisan | Asmara Dewo, Advokat Manado
Gerbang Desa Wisata Pulisan | Asmara Dewo, Advokat Manado


Mega proyek wisata ini dilandasi dengan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2019 tentang KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Likupang “Dengan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan kawasan ekonomi khusus Likupang”.


Selanjutnya Pasal 2 “Kawasan Ekonomi Khusus Likupang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 memiliki luas 197,4 ha (seratus sembilan puluh tujuh koma empat hektar) yang terletak dalam wilayah Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara”.


Pasal 3 Ayat 1 “Kawasan Ekonomi Khusus Likupang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 memiliki batas sebagai berikut: 

a. sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi;

b. sebelah timur berbatasan dengan Desa Kinunang, Kecamatan Likupan Timur;

c. sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pulisan, Kecamatan Likupang timur; 

d. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Desa Marinsow, Kecamatan Likupang Timur.


Pasal 4 “Kawasan Ekonomi Khusus Likupang sebagaimana dimaksud Pasal 3 merupakan zona pariwisata.


Untuk menjalankan PSN (Proyek Strategis Nasional) itu maka dibuatlah Keppres No 16 Tahun 2020 tentang perubahan Keppres No 34 Tahun 2014 tentang Dewan Kawasan KEK Sulawesi Utara.


Pasal 1 “Menetapkan Dewan Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Utara, yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut:

a. Ketua: Gubernur Sulawesi Utara

b. Wakil Ketua I: Walikokota Bitung

c. Wakil Ketua II: Bupati Minahasa Utara


Anggota:

1. Sekretaris Daerah Sulawesi Utara;

2. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Utara;

3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara;

4. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Utara,  Gorontalo, dan Maluku Utara;

5. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Utara;

6. Kepala Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Sulawesi Utara;

7. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara;

8. Asisten II Bidang Pembangunan dan Perekonomian Kabupaten Minahasa Utara;

9. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bitung.


Dewan KEK memberikan berbagai fasilitas non fiskal ke investor
Dewan KEK memberikan berbagai fasilitas non fiskal ke investor | Asmara Dewo/Advokatmanado.com 

Alhasil Dewan Nasional KEK memberikan berbagai fasilitas non fiskal, seperti:

1. Kemudahan perizinan;

2. Kepemilikan barang asing di KEK pariwisata;

3. Peraturan khusus ketenagakerjaan;

4. Keimigrasian;

5. Pertanahan dan tata ruang;

6. Dukungan infrastruktur terpadu dari pemerintah;

7. Kenyamanan lingkungan;

8. Insentif dan fasilitas lainnya.


Grand design pariwisata Likupang Timur juga sudah diundangkan pada Pasal 3 huruf d Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Utara No. 1 Tahun 2013 tentang Raperda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Minahasa Utara 2013-2023 “Pengembangan wisata pantai, wisata berbasis agro, wisata alam, dan wisata budaya serta wisata rohani”. 


Selanjutnya Pasal 4 ayat menjelaskan lagi “Strategi pengembangan wisata pantai, wisata berbasis agro, wisata alam, wisata budaya serta rohani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d terdiri atas: a. mengembangkan wisata pantai dan bahari Likupang Timur, Likupang Barat, Wori, dan Kema dengan eksotisme lokasi sebagai daya tarik wisata”.


Kecamatan Likupang Timur seluas 152.61 Kilometer persegi (km²), terdiri dari 18 kelurahan/desa, yakni: 1. Sarawet; 2. Likupang Dua; 3. Likupang Satu; 4. Wineru; 5. Maen; 6. Winuri; 7. Pinenek; 8. Pinondoran; 9. Kalinaun; 10.  Marinsow; 11. Pulisan; 12. Lihunu; 13. Kahuku; 14. Libas; 15. Likupang Kampung Ambong; 16. Resetlemen; 17. Kinunang; 18. Ehe.  


Nah, objek wisata super prioritas itu berada di Desa Pulisan, Kecamatanan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.. Desa Pulisan seluas 3.02 Kilometer persegi (km²). Di desa ini ada dua objek wisata andalan, yaitu Pantai Pulisan dan Bukit Pulisan. 

Pantai Pulisan | Asmara Dewo, Advokat Manado
Pantai Pulisan | Foto Asmara Dewo, Advokat Manado


Mengutip Kemenparekraf.go.id, Pantai Pulisan merupakan salah satu pantai favorit di Likupang, karena memiliki pasir putih yang lembut sepanjang bibir pantainya. Pantai Pulisan dengan hamparan pasir putih ini terdiri dari tiga bagian yang masing-masing dipisahkan oleh tebing batu menjorok ke laut. 


Bukit Pulisan yang berada di area Desa Wisata Pulisan punya pemandangan yang tak kalah indahnya. Dari atas bukit dapat melihat hamparan rumput laut berwarna hijau toska yang berpadu dengan lautan biru.


Bukit Pulisan | Asmara Dewo, Advokat Manado
Bukit Pulisan | Asmara Dewo, Advokat Manado


Daya tarik wisata Desa Pulisan semakin lengkap adanya Gua Pulisan dan Cagar Alam Tangkoko Dua Saudara. Cagar alam ini merupakan habitat dari satwa langka yang dilindungi, seperti yaki atau monyet hitam besar endemik Sulut, serta burung maleo.


Menukil dari infokomputer.grid.id, Warga Desa Pulisan juga kreatif, mereka menawarkan souvenir khas yang dibuat dari batok kelapa dan bambu. Beberapa warga sudah memiliki karyanya sendiri, bahkan mendapatkan pesanan khusus dari turis lokal maupun asing. Namun mereka masih belum memiliki etalase atau galeri untuk menjajakannya. 


Ekonomi Warga di Likupang Timur

Infografis berbagai usaha di Likupang Timur
Infografis berbagai usaha di Likupang Timur | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

BPS 2020, Industri Mikro dan Kecil adalah suatu kegiatan ekonomi yang menghasilkan suatu barang dan memiliki aset dengan nilai 50 juta rupiah sampai 500 juta rupiah. Usaha kain/tenun sebanyak 54 usaha, yang tersebar di Desa Winuri 1 usaha, Desa Maen 50 usaha, dan Desa Likupang Dua 3 usaha. Desa Pulisan tidak ada.


Terdapat 25 usaha kayu, terdiri dari Likupang Kampung Ambong 7 usaha, Desa Kinunang 2 usaha, Desa Marinson 3 usaha, Desa Rinondoran 2 usaha, Desa Pinenek 1 usaha, Desa Winuri 1 usaha, Desa Maen 4 usaha, Desa Likupang Satu 2 usaha, Desa Likupang Dua 1 usaha, dan Desa Pulisan 2 usaha. 


Di bidang anyaman terdapat 25 usaha, terdiri dari Desa Ehe 2 usaha, Desa Kinunang 25 usaha, Desa Pinenek 1 usaha, Desa Winuri 1 usaha, Desa Likupang Satu 3 usaha, Desa Sarawet 3 usaha. Sedangkan Desa Pulisan sama sekali tidak ada.


Selanjutnya terdapat 6 usaha gerabah, terdiri dari Desa Rinondoran 2 usaha, Desa Pinenek 3 usaha, Desa Wineru 1 usaha. Desa Pulihan sama sekali tidak ada.


Terdapat 24 Usaha makanan dan minuman, terdiri dari Desa Resetlemen 2 usaha, Libas 2 usaha, Maen 5 usaha, Wineru 2 usaha, Likupang Satu 10 usaha, Likupang Dua 3 usaha. Desan Pulihan sama sekali tidak ada.


Terdapat 39 usaha toko/warung kelontong, terdiri dari Desa Kahuku 4 usaha,  DesaLibas 6 usaha, Desa Likupang Kampung Ambong 25 usaha, Desa Resetlemen 25 usaha, Desa Kinunang 8 usaha, Desa Ehe 12 usaha, Desa Lihunu 9 usaha, Desa Marinsow 16 usaha, Desa Kalinaun 12 usaha, Desa Rinondoran 20 usaha, Desa Winuri 11 usaha, Desa Pinenek 23 usaha, Desa Maen 20 usaha,  Desa Wineru 55 usaha, Desa Likupang Satu 48 usaha, Desa Likupang Dua 1 usaha. Sedangkan Desa Pulisan sendiri 9 usaha.


Baca juga: Sulawesi Utara (Manado) Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak


Pertanian dan Perkebunan di Likupang Timur

Cabai salah satu sayuran yang sangat potensial di Likupang Timur. Pada BPS 2019 Likupang Timur menghasilkan 38.5 ton cabai dengan luas lahan 11 hektar. Selanjutnya perkebunan kelapa seluas 3 173.92 hektar.  


Hasil panen perkebunan buah di Likupang Timur juga cukup mengagumkan. Pada triwulan II 2020, langsa/duku mencapai 31 ton, durian 28 ton, mangga 26 ton, nanas 19 ton, pepaya 43 ton, pisang 79 ton, rambutan 39 ton, dan sirsak 10 ton.


Pendidikan di Likupang Timur


Terkait pendidikan berdasarkan BPS 2020, Likupang Timur tampaknya meski berbenah diri. Karena Likupang Timur SMA (Sekolah Menengah Atas) masih dua, berada di Desa Likupang Satu dan Desa Wineru. Sedangkan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) ada dua, di Desa Likupang Satu dan Desa Winuri. Sedangkan di Desa Pulisan sendiri tidak ada SMA dan SMK.


Jarak dari Desa Pulisan ke Desa Likupang Satu sejauh 18,1 Km. Sedangkan jarak dari Desa Pulisan ke Desa Winuri sejauh 15,4 Km. Lumayan capek juga bolak-balik setiap hari naik motor untuk mengeyam pendidikan Sekolah Menengah Atas bagi anak-anak Desa Pulisan.


Dalam laporan BPS, memang IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di wilayah Minahasa Utara cukup tinggi, pada 2019 mencapai 73,95, 2020 hanya 73,90, dan 2021 naik menjadi 74,11.


Mengutip Hapon Ch Gewab dkk dari Tarigan, terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas, Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Menurut Tarigan tingkat aksesbilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat kemanana, serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.


Namun pemerintah tidak serta merta harus berpuas diri, kurangnya sarana dan prasarana pendidikan di daerah bisa membuat anak-anak tidak semangat bersekolah. Bahkan tak jarang pula putus sekolah.


Peran Buruh sebagai Penggerak Ekonomi

Infografis buruh desa dan pengeluaran per kapita
Infografis buruh desa dan pengeluaran per kapita | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Buruh informal merupakan buruh yang nasibnya lebih parah dibandingkan buruh formal. Karena buruh informal ini sering kali tidak dapat perlindungan hukum, dipecat begitu saja dengan majikannya tanpa pesangon. Bahkan buruh informal juga masih banyak yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, padahal itu adalah haknya. 

Warga yang bekerja di desa pada 2021 di Sulut (Sulawesi Utara) tamatan Sekolah Menengah Atas sekitar 118 ribu jiwa. Pada Sekolah Menengah Kejuruan sekitar 47 ribu jiwa. Sedangkan tamatan Sekolah Menengah Pertama sekitar 113 ribu jiwa, dan Sekolah Dasar 199 ribu jiwa. Terakhir tamatan perguruan tinggi sekitar 60 ribu jiwa.


Pada Agustus 2021 lalu buruh yang bekerja di pedesaan Minahasa Utara berjumlah sekitar 40 ribu. Buruh informal bergaji berkisar 1,3 juta rupiah dan gaji buruh formal rata-rata 2,1  juta rupiah yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. 


Sementara berdasarkan BPS rata-rata pengeluaran perkapita Minahasa Utara sebulan untuk makanan dan bukan makanan sebagai berikut:


1. Pada 2018 pengeluaran makanan dan bukan makanan sekitar 1,1 juta rupiah;

2. Pada 2019 pengeluaran makanan dan bukan makanan sekitar 1,3 juta rupiah;

3. Pada 2020 pengeluaran makanan dan bukan makanan sekitar 1,3 juta rupiah.


Untuk memahami buruh informal bisa baca artikel ini Memahami Lagi Nasib Buruh Informal di Sulawesi Utara


Dampak Buruk Industri Pariwisata yang Menggerus Sosial dan Budaya 

Ardi Surwiyanta mengutip Yohanes Sulistyadi dalam jurnalnya “Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Sosial Budaya Ekonomi” memaparkan bentuk interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, wisatawan menghabiskan waktunya di tempat-tempat yang eksklusif, mewah, bersenang-senang menurut caranya masing-masing. Mereka bermalas-malas di pantai, menyantap makanan mewah dan berlimpah. Sementara masyarakat setempat yang melayani sebagai pelayan restoran, tukang cuci piring, bagian keamanan, dan lain-lain.


Selanjutnya jurnal itu mengulas World Tourism Organization yang disitir oleh Oka A Yoeti mengatakan pengaruh wisata terhadap kehidupan sosial masyarakat dapat disebabkan oleh tiga hal:

1. Polarization  of the Population

Penduduk setempat sudah terpolarisasi. Perolehan pendapatan tidak proporsional, kebanyakan penduduk ingin menjadi kaya raya secara mendadak dan berusaha memburu dolar dengan jalan pintas. 

2. Breakdown of Family

Dengan masuknya wisatawan asing yang silih berganti dan terjadinya intensitas pergaulan antara yang melayani dan memberikan pelayan timbul ekses negatif demi memenuhi kebutuhan biologis masing-masing.

3. Development of The Attitude of a Consumption-Orientied Society: Incident of Phenomena of Social Pathalogy

Sebagai akibat berkembangnya tingkah laku masyarakat yang berorientasi pada konsumsi semata dan pengaruh penyakit masyarakat itu maka muncullah; pelacuran, kecanduan obat, perdagangan obat bius, mabuk-mabukan, dan ketidakpatuhan terhadap undang-undang yang berlaku.


Dengar Pendapat dan Peran Masyarakat Desa 

Infografis kewajiban Kepala Desa untuk melapor kerjanya selama setahun
Infografis kewajiban Kepala Desa untuk melapor kerjanya selama setahun | Asmara Dewo/Advokatamanado.com

Berdasarkan Pasal 27 huruf d Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa “Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Kepala Desa wajib: Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintah secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran.”


Pertanyaannya apakah Kepala Desa Pulisan sudah menunaikan kewajibannya terhadap masyarakat Pulisan. Memberikan keterangan berupa laporan terhadap masyarakat dalam bekerja selama setahun ini. Terlebih lagi pembangunan yang begitu masih di daerahnya. Masyarakat berhak tahu, karena ini berdampak pada nasib mereka di kemudian hari. Apakah industri pariwisata itu menguntungkan apa merugikan? Ini harus jelas, tidak boleh ditutup-tutupi, dan memberikan akses informasi terhadap seluruh masyarakat desa.


Sanksi ini tidak main-main jika Kepala Desa sepele atas Pasal di atas. Lihat Pasal 28 ayat 1 “Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 4 dan Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis” selanjutnya ayat 2 “Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan pemberhentian”. 


Selanjutnya, dalam tahap berbagai pembangunan di Likupang Timur apakah sudah mendapatkan izin dari warga setempat. Karena sering bermasalah perusahaan dan pemerintah kerap melangkah buru-buru tanpa melibatkan saran dan kritik masyarakat. Nah, ini tidak bisa begitu saja diwakili oleh kepala desa, tokoh adat, tapi seluruh warga yang terkena dampak pembangunan industri pariwisata. 


Hal ini telah termaktub dalam Pasal 68 ayat 1 huruf a dan d UU No.6/2004 “Masyarakat Desa berhak: a. meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaran Pemerintah Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. d. menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa”.


Pemerintah dan perusahaan apakah sudah menjelaskan secara detail dampak buruk terhadap warga? Jangan hanya meniupkan angin surga saja. Harus dijelaskan dampak buruknya, seperti alih fungsi lahan dan alih profesi. Warga harus paham lahan yang mungkin selama ini digarap oleh warga akan dikuasai oleh perusahaan baik secara SHGU (Sertifikat Hak Guna Usaha) atau SHM (Sertifikat Hak Milik). 


Dan perlu juga diketahui apakah lahan warga ada yang dipakai, jika ada ganti rugi apakah ganti untung atau seperti apa? Warga berhak mendapatkan ganti dari lahan yang dipakai atas proyek ambisius tersebut. Menghargai pula jika warga menolak lahannya dibeli oleh pemerintah dan perusahaan. Dalam hal ini pihak-pihak terkait tidak boleh memaksa (baca merampas paksa) lahan warga yang tidak dijual.


Alih Lahan dan Alih Profesi

Ilustrasi alih profesi
Ilustrasi alih profesi | Asmara Dewo/advokatmanado.com

ILustrasinya seperti ini:


Sebut saja namanya Mamat. Sejak kecil Mamat dan keluarganya memanfaatkan lahannya untuk bercocok tanam. Waktu hasil panen tiba, buah yang ditanami keluarga Mamat melimpah ruah. Uang hasil panen cukup dan berlebih untuk menopang kehidupan keluarga.

Dan suatu ketika perusahaan swasta dan pemerintah berkolaborasi butuh lahan yang luas untuk objek pariwisata yang memanfaatkan keindahan alam. Lahan Mamat salah satu terkena dampak dari proyek strategis nasional tersebut.

Mau tak mau akhirnya lahan Mamat dijual ke investor. Karena memang tidak ada pilihan lagi.

Investor dengan ambisius begitu cepat dalam pembangunannya. Objek wisata super prioritas telah dibangun begitu megah. Sangat menakjubkan. Berbagai wisatawan asing berbondong-bondong penasaran dengan mahakarya anak manusia tersebut.


Mamat menjadi pengangguran setelah tidak ada lahan lagi untuk digarap, akhirnya Mamat bekerja menjadi juru parkir di sana. Mamat digaji dengan Upah Minimum Kota.


Tak kalah penting adalah alih profesi. Warga yang biasa bercocok tanam di lahannya, maka jika lahannya sudah diganti rugi oleh pemerintah, maka dia sudah tidak punya lahan lagi. Masih lumayan kalau lahan diganti lahan, jadi petani tadi masih bisa menggarap di lahan yang baru. Persoalannya adalah lahan diganti uang. Dan ini secara tidak langsung memaksa warga untuk beralih profesi. Pertanyaannya adalah profesi apa?


Jelas yang berhubungan dengan sektor pariwisata di Likupang. Kalau bekerja mungkin jadi satpam, cleaning service, parkir, sopir armada, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi juga di pembebasan lahan untuk International Yogyakarta Airport, warga di sana sebelumnya adalah bertani, nelayan, dan berternak. Karena lahannya digunakan jadi bandara mereka akhirnya beralih profesi seperti yang disebutkan di atas tadi. 


Ada pula yang mencoba membuka usaha, hanya saja butuh waktu yang lama untuk beradaptasi. Karena warga di sana mayoritas bertani yang sejak kecil memegang pacul, kemudian dipaksa menghitung dan manajemen barang agar tidak rugi.


Baca juga: Si Biang Kerok Cap Tikus


Jadi Turis di Kampung Sendiri

Infografik masyarakat jadi turis di kampung sendiri
Infografik masyarakat jadi turis di kampung sendiri | Asmara Dewo/Advokatmanado.com


Akhir-akhir ini isu masuk objek wisata strategis semakin gencar dinaikkan oleh pemerintah, seperti tiket masuk ke Borobudur Rp 750 ribu dengan alasan yang tidak rasional. Padahal sebagaimana diketahui candi adalah peninggalan sejarah, memang kita wajib menjaganya. Namun dengan biaya masuk setinggi itu tentunya sangat merugikan masyarakat.


Begitu juga tiket masuk ke Pulau Komodo sebesar Rp3,75 juta, padahal sebelumnya hanya Rp150 ribu. Tentu yang bisa melihat komodo hanya orang berduit saja, kalau miskin jangan harap bisa melihat hewan langka peninggalan purba tersebut. Ini lagi-lagi adanya ketidakadilan bagi si miskin ingin menikmati kekayaan alam di sekitarnya.


"Ini tanah airmu di sini kita bukan turis" sepenggal bait sajak Wiji Tukul. Masyarakat jadi turis di kampung sendiri. Sialnya adalah turis yang belum tentu berduit. Kalau ada duit mungkin oke-oke saja. Misalnya tidak mungkin gratis masuk ke bar, hotel berbintang, dan lain-lain. Masyarakat juga bayar. Jadi gedung yang begitu mewah nan eksotik itu hanya bisa dilihat dari kejauhan. Mungkin masyarakat bisa masuk kalau jadi pekerja di sana, seperti pelayan, tukang parkir, atau petugas kebersihan. Sebagai tamu yang tidak berbayar itu seperti mimpi di siang bolong.


Meragukan Kesejahteraan Masyarakat dari Industri Pariwisata

Mensejahterakan masyarakat dengan industri pariwisata itu sebenarnya utopis, jika sistem kapitalisme digunakan. Karena sistem ini mengutamakan permodalan yang kuat untuk mengeksploitasi SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya demi si pemodal. Sistem ini dalam operasi kerap melanggar hukum positif dan melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) di tengah-tengah masyarakat. Karena itu pula dari berbagai kasus industri pariwisata di Indonesia, tidak memberi dampak yang signifikan bagi masyarakat lokal. Lebih banyak buruknya daripada manfaatnya.


Salah satu contohnya adalah D.I. Yogyakarta, Yogyakarta selain dikenal dengan Kota Pendidikan, juga dikenal sebagai Kota Wisata. Segala objek wisata ada, wisata sejarah, wisata alam, wisata budaya, wisata kuliner, wisata heritage. Namun, kesenjangan kemiskinan di Yogyakarta cukup tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Yogyakarta menjadi provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia sejak Maret 2018 dengan rasio gininya mencapai 0,441 pada Maret 2021. Perlu diketahui juga Upah Minimum Provinsi (UMP) D.I. Yogyakarta 2022 hanya Rp 1.840.951,53.


Jadi industri pariwisata di Yogyakarta tidak mampu menjadi solusi untuk mensejahterakan warganya. 


Jadi Bagaimana? 

Infografis yang meski dilakukan pemerintah terhadap masyarakat desa
Infografis yang meski dilakukan pemerintah terhadap masyarakat desa | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Tidak perlu muluk-muluk, cukup pemerintah pusat dan pemerintah daerah memenuhi hak setiap warga untuk mendapatkan pendidikan. Hal itu jelas sudah tertuang pada Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945:


Ayat 1 “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.


Ayat 2 “Setiap warga negara berhak mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.


Ayat 4 “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.


Berdasarkan Undang-Undang di atas apakah pemerintah sudah menunaikan kewajibannya terhadap warganya? Lihat saja jumlah tenaga kerja di Sulut yang masih didominasi pendidikan rendah. Lihat juga di Kecamatan Likupang Timur ada berapa Sekolah Menengah Atas? Itu saja pemerintah belum beres menuntaskan kewajibannya.


Pemerintah juga harus mendukung profesi dan keterampilan masyarakat setempat, bukan malah memaksa untuk alih profesi. Masyarakat di tepi pantai tentu sangat mahir nelayan, dan boleh jadi itulah satu-satunya sumber rezeki untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Tidak perlu muluk-muluk, memastikan tidak adanya kerusakan di wilayah pantai. Tidak menaikkan harga BBM (bahan bakar minyak), karena semakin mahal minyak, semakin besar modal nelayan untuk mendapatkan ikan di tengah laut. Dan tentu saja tidak membatasi nelayan untuk ke laut.


Mengutip Ekuatorial.com, Karena hal itu terjadi pada Welkar Salindeho yang sudah dua tahun tidak melaut karena “dilarang” melaut di desanya sendiri. Nelayan itu tidak bisa melaut lagi karena terhalang oleh bangunan pembatas oleh PT Bhineka Mancawisata untuk pembangunan hotel.


Media itu juga mengulas begitu bahayanya kerusakan lingkungan, Desa Paputungan yang dulunya memiliki kawasan hutan bakau nan eksotis, kini sebagian lokasi mangrovenya telah dirusak akibat geliat pembangunan hotel yang tidak berpihak pada lingkungan dalam menunjang KEK Likupang. 


Pun begitu pada sektor pertanian, memastikan harga pupuk murah. Agar petani tetap bisa menjaga kesuburan lahannya. Dan peran pemerintah memastikan harga hasil pertanian selalu stabil. 


Mendukung warga untuk berekonomi secara mandiri. Nah, ini sangat penting. Jadi warga diberi pelatihan dalam berusaha yang disesuaikan oleh minat dan bakatnya. Misalnya sekelompok warga yang berprofesi sebagai petani durian. Maka diberikan pelatihan bagaimana cara menciptakan produk dari durian, lalu mengemasnya dengan menarik, diajarkan bagaimana cara memasarkan secara jitu, dan memberikan pendidikan manajemen bagaimana mengelola usaha mandiri secara bersama-sama.


Dengan begitu masyarakat akan tetap berpegang teguh pada kerja-kerja kolektif dan budaya. Punya tanggung jawab dan tumbuh berkembang secara bersama-sama. Tidak ada lagi ketimpangan antara si kaya dan si miskin. 


Terakhir, untuk kaum muda diberikan pendidikan soft skill untuk menghadapi zaman teknologi ini. Mau bagaimanapun generasi muda sebagai garda depan untuk membawa perubahan wilayahnya. Maka generasi muda tadi selain diberikan pendidikan cukup, juga dibekali soft skill dalam berteknologi sesuai minat dan bakatnya.


Penulis: Asmara Dewo, Konsultan Hukum


Posting Komentar untuk "Meneropong Kesejahteraan Masyarakat Desa dari Industri Pariwisata Likupang Timur"