Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buruh dalam Bayang-Bayang PHK tanpa Pesangon

Buruh dalam bayang-bayang PHK tanpa Pesangon
Buruh dalam bayang-bayang PHK tanpa Pesangon | Advokatmanado.com/Asmara Dewo

Advokatmanado.com-Nasib buruh ada di tangan pengusaha? Ini jelas, sudah tidak perlu dibantah lagi! Tidak ada jaminan pekerja bisa sampai di masa pensiun. Sekarang zaman terus berubah, hukum yang harusnya melindungi buruh kini mengikuti yang berkuasa. Pengusaha selalu berada di atas angin. Wajar bisa semena-mena terhadap pekerjanya.

Saat ini tak hanya sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, sudah bekerja saja dalam bayang-bayang PHK, bahkan tanpa pesangon. Bekerja di perusahaan sebesar Twitter pun bisa di-PHK secara massal, apalagi cuma bekerja di UMKM di sudut kota. Nasib buruh semakin tak menentu, dan mudah diprediksi kaum buruh akan semakin sulit kehidupannya di masa yang akan datang.

Mulai terlihat saat sahnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Hal itu semakin terbukti saat ini ketika buruh semakin banyak yang mengeluh setelah di-PHK tanpa pesangon, atau hanya sebagian mendapatkan pesangon. Sebagaimana terjadi pada mantan buruh PT Kutai Timber Indonesia di Probolinggo. Sebanyak 54 mantan buruh itu mengadu ke DPRD karena di-PHK tanpa pesangon. Padahal mereka bekerja di sana sudah bertahun-tahun, bahkan sampai 21 tahun.

Begitu juga yang dialami mantan karyawan TMII yang belum diberikan pesangon oleh PT Taman Wisata Candi (TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko sejak Maret hinggak Oktober 2022. Bahkan mereka mengancam akan memblokade jalan saat acara G20 jika haknya belum juga dipenuhi

Hal serupa juga terjadi di PT Batanghari Bengkulu Pratama yang memecat sebanyak 49 buruh tanpa pesangon. Pihak pabrik memberikan surat pernyataan, jika pekerja setuju dengan PHK maka mendapatkan pesangon, tetapi jika tidak setuju bisa menggugat di Pengadilan Hubungan Industrial.

Bergeser ke Gorontalo, sebanyak 16 buruh di-PHK sepihak dari PT Tri Jaya Tangguh tanpa diketahui secara pasti penyebabnya. Buruh juga beranggapan pesangon yang mereka terima tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pesangon Menurut PP No. 35 Tahun 2021

Hak pesangon buruh berdasarkan PP No. 35 tahun 2021
Hak pesangon buruh berdasarkan PP No. 35 Tahun 2021 | Ilustrasi Advokatmanado.com/Asmara Dewo

Terjadinya pemutusan hubungan kerja bisa dilihat pada Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Lebih lanjut, buruh yang di-PHK sebenarnya berhak mendapatkan pesangon sebagaimana termaktub dalam Pasal 40 ayat (2), rinciannya sebagai berikut:

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah;

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah;

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah;

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah;

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah; dan

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.

Namun yang jadi persoalan adalah perusahaan bisa memecat buruh tanpa pesangon, hanya diberikan uang pengganti saja. Lihat Pasal 52 ayat (2):

Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama maka Pekerja/Buruh berhak atas: a. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan b. uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atas Perjanjian Kerja Bersama.

Ini bunyi Pasal 40 ayat (4):

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/Buruh diterima bekerja; dan c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Selain itu buruh tidak mendapatkan uang pesangon juga diatur dalam Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, dan Pasal 54.

Lalu Buruh Harus Bagaimana?

Pertanyaan yang menarik, sebelumnya kaum buruh memang sudah berupaya membatalkan UU Cipta Kerja tersebut melalui judicial review atau pengujian materil di Mahkamah Konstitusi. Namun MK memutuskan bahwa UU Cipta Kerja itu hanya Inkonstitusional Bersyarat. Artinya UU Cipta kerja tetap berlaku meskipun beberapa Pasal wajib dibenahi.

Tak hanya di ruang pengadilan saja, kaum buruh juga berdemo secara berjilid-jilid di berbagai kota di Indonesia, dan hasilnya sebagaimana yang diketahui sekarang. UU Cipta Kerja beserta turunannya tetap berlaku, dan itulah senjata perusahaan untuk mem-PHK buruh. Meski begitu buruh tidak boleh patah semangat, kaum buruh harus percaya bahwa dengan kekuatan massa yang lebih solid dan banyak lagi bisa membuat suatu perubahan yang fundamental.

Oleh karena itu bagi setiap buruh agar nasibnya tidak seperti buruh yang sudah-sudah, buruh harus membangun Serikat Buruh di setiap perusahaannya. Hal ini berguna untuk memperjuangkan hak buruh di perusahaan dan tentu saja untuk memperjuangkan nasib buruh di seluruh Indonesia. Karena kekuatan buruh berada di jumlah massanya. 

Penulis: Asmara Dewo, Konsultan Hukum

Posting Komentar untuk "Buruh dalam Bayang-Bayang PHK tanpa Pesangon"