Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demonstrasi adalah Gerakan Konstitusional, Bukan Tindakan Kriminal


Aksi demonstran di depan Gedung DPR
Aksi demonstran di depan Gedung DPR, Selasa 6 September 2022 | Foto Muhammad Zainuddin/Kata Data

Advokatmanado.com-Demonstrasi adalah hak setiap warga negara. Hal itu telah diamanahkan dalam Pasal 28E ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.


Mengeluarkan pendapat atau menyampaikan pendapat juga dijelaskan dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum “Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan: a. unjuk rasa atau demonstrasi; b. pawai; c. rapat umum; dan atau d. mimbar bebas.


Lalu apa arti demonstrasi atau unjuk rasa, bisa lihat Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum “Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum”.


Mengutip jurnal DPR Demonstrasi atau aksi unjuk rasa adalah sebuah aktivitas individu warga yang biasa di negara-negara yang menganut dan menghormati kebebasan berekspresi secara sah dan konstitusional. 


Namun, jika aktivitas itu berlangsung berkelanjutan dalam waktu lama, tanpa tanda-tanda yang jelas kapan berakhir, akan berdampak kontraproduktif terhadap stabilitas politik negara. Dalam situasi terburuk, demonstrasi yang meluas dan berkelanjutan dapat memaksa rezim mundur, akibat tekanan politik dan kekerasan yang menyertainya.


Lebih lanjut, aksi massa yang tidak terkendali, bersama respon aparat dengan keamanan di luar batas akan menyulut pelanggaran HAM dan memicu perhatian dunia, sekaligus kecaman.


Dalam jurnal yang ditulis Tri Pranadji menerangkan ketika inovasi di bidang sosial-politik, terutama tatanan sosial, politik dan pemerintah belum mengarah pada terbentuknya tatanan masyarakat yang ideal (adil dan beradab) maka pemaknaan terhadap istilah demokratis akan terus mengundang pro dan kontra. 


Kaum politis yang sedang berkuasa cenderung memonopoli pemaknaan terhadap istilah demokrasi. Carter mengatakan ketika kaum elit politik terjangkiti “penyakit bebal” terhadap kesengsaraan rakyat, pada saat itulah mereka akan kesulitan dalam memahami alasan menghargai perbedaan dan merespon demonstrasi secara arif. 


Hak setiap orang menyampaikan pendapat juga dipertegas dalam Pasal 25 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia “Setiap orang berhak menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan”.


Undang-Undang yang mengatur demonstrasi
Undang-Undang yang mengatur demonstrasi | Asmara Dewo/Advokat Manado


Masyarakat berhak untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum jika ada kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil dan merugikan. Lihat Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum “Setiap warga negara perseorangan atau kelompok menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.


Selanjutnya Pasal 8 UU No. 9/1998 “Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai”. 


Nah, peran kepolisian dalam mengawal demonstrasi adalah memastikan keamanan, bukan malah sebaliknya, memberikan ancaman, ketakutan, dan tak jarang melakukan pemukulan.


Hal itu juga telah disampaikan Ahli hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari, seperti mengutip CNN Indonesia, dia mengatakan warga negara memiliki hak berunjuk rasa seperti diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Hak kebebasan negara dilindungi konstitusi.


Pakar hukum internasional Ogiandhafiz Juanda mengatakan hal serupa dalam sebuah diskusi yang diliput Media Indonesia. 


“Kita menyampaikan pendapat di muka umum diperbolehkan dalam berdemonstrasi sebagai sebuah kebebasan di mana demonstrasi adalah hak berdaulat yang istimewa dan konstitusional. Dijamin Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 yang memberikan jaminan tentang kebebasan berpendapat,” kata dia.


Dunia internasional menurut Ogiandhafiz menjamin hak sipil dan politik dalam pelaksanaan demonstrasi, tetapi menjaga perdamaian dan konteks pertengkaran jelas tidak dibenarkan.


Pada Pasal 21 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) atau Konvenen Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik “Hak berkumpul secara damai harus diakui. Tidak ada pembatasan dapat ditempatkan pada pelaksanaan hak ini selain dikenakan sesuai dengan hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk kepentingan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan kesehatan masyarakat atau moral atau perlindungan hak dan kebebasan orang lain”.


Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi ICCPR melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenan on Civil and Political Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik).


Baca juga:

Bagaimana Polisi Bermasalah seperti Irjen Ferdy Sambo Dipecat Tidak Hormat


Berdemonstrasi Tidak Perlu Izin dari Kepolisian


Anggota Kepolisian penanganan demonstrasi

Personel gabungan pengamanan demonstrasi mahasiswa tolak kenaikan BBM di Makassar | Foto Isak Pasa'buan/detikSulsel

Apakah berdemonstrasi wajib meminta izin terlebih dahulu terhadap pihak kepolisian? Jawabannya tidak! Namun hanya bersifat pemberitahuan saja.


Lihat pasal 10 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.


Ayat 1 “Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.” 


Ayat 2 “Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.”


Ayat 3 “Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 jam”.


Artinya pimpinan demonstran atau perwakilan berkewajiban hanya memberitahukan kepada pihak kepolisian bahwa akan ada demonstrasi. Jadi bukan meminta izin. Karena berdemonstrasi adalah bagian dari HAM (Hak Asasi Manusia). HAM itu bukan diberikan oleh negara melalui institusinya bernama Polri, tetapi dijamin, dilindungi, dan dipenuhi.


Selanjutnya Pasal 11 No. 9/1998 menjelaskan “Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat: a. maksud dan tujuan; b. tempat, lokasi, dan rute; c. waktu dan lama; d. bentuk; e. penanggung jawab; f. nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan; g. alat peraga; h. jumlah peserta”.


Hal itu juga dikuatkan lagi pada Pasal 6 huruf a Peraturan Kepala Kepolisian No. 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum “Penyelengaraan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. memberitahukan secara tertulis kepada kepolisian setempat sebelum pelaksanaan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum”.


Direktur Pusako Andalas Universitas Andalas Feri Amsari, seperti menukil CNN Indonesia, Polri tak berwenang mengatur izin unjuk rasa. UU No, 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum hanya mensyaratkan pemberitahuan bagi warga negara yang hendak berdemonstrasi.


Selain itu dalam menghadapi para demonstran anggota kepolisian tidak dibenarkan melakukan kekerasan, apalagi sampai terjadinya pembunuhan. Hal itu ditegaskan dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional Ogiandhafiz Juanda “Kita mempunyai Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 7 Tahun 2012, di mana dalam menangani demonstrasi tidak boleh melanggar HAM.”


Ogiandhafiz juga menekankan demonstrasi bukan pelaku kejahatan, karena demonstrasi dijamin undang-undang dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia. Dia juga mencontohkan demonstrasi di Hongkong tidak terjadi apa-apa, ada kedewasaan dengan menyeimbangkan dua kepentingan. Dia mengingatkan kepada kepolisian, “Polisi jangan menempatkan demonstran sebagai pelaku kejahatan.” 


Pasal 9 Perkap No. 7 Tahun 2012 “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, pejabat Polri berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. memberikan pelayanan secara profesional; b. menjunjung tinggi HAM; c. menghargai asas legalitas; d. menghargai prinsip praduga tak bersalah; dan e. menyelenggarakan pengamanan”. 


Selain itu yang tak kalah penting adalah orang yang ingin melakukan demonstrasi secara damai, tetapi dihalang-halangi bisa dituntut secara pidana sebagaimana Pasal 18  No. 9/1998 “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan undang-undang ini dipidana penjara paling lama satu tahun”.


Seringkali dalam berdemonstrasi terjadi chaos, karena biasanya massa aksi ditolak untuk bertemu dengan DPR, Gubernur, atau pejabat lainnya. Meski begitu pihak kepolisian tidak dibenarkan dalam pengamanan dilakukan secara brutal atau bar-bar. 


Pasal 28 Perkap No. 7 Tahun 2012
Pasal 28 Perkap No. 7 Tahun 2012 | Asmara Dewo/Advokatmanado.com/Alinea

Hal itu jelas dalam Pasal 28 Perkap No. 7 Tahun 2012 “Dalam melakukan tindakan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, antara lain:

a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan tindakan kekerasan, dan menghujat;

b. keluar dari ikatan satuan atau formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan;

c. tidak patuh dan taat kepada perintah penanggung jawab pengamanan di lapangan sesuai tingkatannya. 

d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;

e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM, dan;

f. melakukan perbuatan lain yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.”


Berbahayanya tindakan refresif kepolisian akan memicu kemarahan para demonstran. Hal itu bisa menambah kekuatan demonstrasi lagi, entah hari itu juga atau di kemudian hari. 


The Conversation melaporkan bawah dari penelitian selama puluhan tahun tentang cara-cara polisi dan kerumunan bahwa kekerasan dan perlakuan kasar dari polisi adalah penyebab utama adanya kekerasan dalam protes.


Pengalaman semacam itu membuat orang mengubah pemahaman mereka terhadap tujuan berunjuk rasa.


Baca juga:

Melimpah Emas di Kepulauan Sangihe, antara Keberkahan dan Kutukan


Penyebab Demonstrasi 


Aksi mahasiswa tolak kenaikan BBM di Bengkulu
Aksi mahasiswa tolak kenaikan BBM di Bengkulu | Foto Hery Supandi/detikSumut

Penyebab demonstrasi adalah keresahan massa yang terakumulasi berkelanjutan tanpa solusi, yang bermula dari keresahan individu-individu warga yang kemudian meluas. Pemicunya adalah masalah warga yang tidak memperoleh perhatian dan solusi pemerintah yang memuaskan sejak lama, sehingga melahirkan ketidakpuasan yang meluas, yang terus dibiarkan berkembang, tanpa solusi efektif akibat absennya respon pemerintah.


Jurnal DPR itu juga menyimpulkan meningkatnya kesenjangan sosial dan kesulitan hidup telah memicu warga melakukan demonstrasi masif.


Analisis Sosial Politik Centre for Social Politic, Economy, and Law Studies (Cepels) Ubedilah Badrun menilai, demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang meluas ke berbagai daerah disebabkan beragam faktor. Menurutnya faktor utama adalah kekecewaan mahasiswa dan masyarakat pada kinerja elit politik yang buruk dan terjadi secara berulang-ulang.


Faktor kedua, sebagaimana dikutip dari Kompas, yakni cara-cara aparat penegak hukum dalam menangani berbagai problem di daerah kerap menggunakan cara non-persuasif. Tak pelak, hal itu membuat emosi rakyat di daerah mengalami eskalasi.


Ketiga, elit politik yang nampak mementingkan kepentingan kelompok oligarki politik dibandingkan kepentingan rakyat.


Baca juga:

Meneropong Kesejahteraan Masyarakat Desa dari Industri Pariwisata Likupang Timur


Dampak Kenaikan BBM terhadap Masyarakat

SPBU ringroad Manado, Sulawesi Utara | Asmara Dewo, Advokat Manado
SPBU Ringroad Manado, Sulawesi Utara | Foto Asmara Dewo, Advokat Manado

Pemerintah resmi menaikkan BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi pada 3 September 2022. Rinciannya, Pertalite semula Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000. Solar awalnya Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Pertamax awalnya Rp12.500 menjadi 14.500 per liter. 


Menurut pemerintah selama ini lebih dari 70 persen BBM subsidi dinikmati golongan yang mampu. “Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu,” kata Presiden Joko Widodo, tulis Kompas dalam laporannya.


TV One News menulis dampak kenaikan BBM itu mulai dirasakan masyarakat, misalnya di Jawa Barat, harga sejumlah kebutuhan pokok di pasaran mengalami kenaikan. Begitu juga di Pasar Induk Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, harga cabai merah keriting  awalnya Rp60.0000 per kilogram menjadi Rp75.000 per kilogram. Dampak kenaikan BBM juga membuat daya beli masyarakat sudah turun.


Ketua Kadin Jatim Adik Dwi Putranto menerangkan yang paling terdampak akibat kenaikan BMM adalah konsumen, karena biaya kenaikan tersebut dibebankan kepada mereka, akibatnya daya beli akan semakin turun. Kalau dari sisi perusahaan, kenaikan itu bisa dibebankan pada harga jual. Perusahaan akan menaikkan harga jual sesuai dengan kenaikan harga BBM.


Dampak kenaikan BBM juga akan memicu inflasi di berbagai sektor ekonomi. Hal itu dijelaskan Ekonom Sulawesi Utara Robert Winerungan, kenaikan BBM ini akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, sebagaimana mengutip Tribun Manado. Dampak utama dari kenaikan BBM adalah kenaikan tarif angkutan dan biaya produksi di sektor industri, yang pada gilirannya akan meningkatkan inflasi di semua sektor ekonomi.


Angkutan umum di Kota Manado juga akan naik, hal itu disampaikan Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Manado Gazali Djamaan, “Kemungkinan besar tarif angkot naik sebab harga BBM naik 31 persen,” kata dia ke Tribun Manado

Tarif angkot akibat kenaikan BBM di Manado | Asmara Dewo/Advokatmanado.com


Organda Manado bersama Pemkot Manado dan instansi terkait telah membahas kenaikan angkutan umum. Sebelumnya tarif anak sekolah Rp3.200 akan naik menjadi Rp4.000, sedangkan dewasa dari Rp4.800 menjadi Rp6.000.


Dampak dari kenaikan BBM itu menggerakkan mahasiswa berdemonstrasi, berdasarkan akun Instagram @bangsamahasiswa ada 16 titik demonstrasi selama tujuh hari.


Daerah yang memperjuangkan nasib rakyat sebagai berikut: 1. Aceh; 2. Kampar (Riau); 3. Palembang; 4. Bengkulu; 5. Jakarta; 6. Banten; 7. Bandung; 8. Bogor; 9. Semarang; 10. Lombok; 11. Makasar; 12. Palopo; 13. Gorontalo; 14. Samarinda; 15. Balikpapan; 16. Balikpapan; 17. Kutai Timur.


Dari organisasi ojek online dan organisasi buruh juga melakukan unjuk rasa. 


Kota Pendidikan Yogyakarta juga tidak mau ketinggalan, pada 7 September 2022 mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat yang tergabung di ARB (Aliansi Rakyat Bergerak) juga menuntut penurunan BBM.


Di Manado sendiri, setidaknya ada tiga kali demonstrasi di DPRD Sulut, ada demonstrasi dari GMNI, Aliansi Cipayung, dan dari Organisasi Buruh. Dalam laporan Tribun Manado, Mahasiswa dari Universitas Manado juga melakukan demonstrasi ke DPRD Kabupaten Minahasa.


Penulis: Asmara Dewo, Konsultan Hukum

Baca juga: 

Memahami Lagi Nasib Buruh Informal di Sulawesi Utara




Posting Komentar untuk "Demonstrasi adalah Gerakan Konstitusional, Bukan Tindakan Kriminal"