Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Polisi Bermasalah seperti Irjen Ferdy Sambo Dipecat Tidak Hormat

 

Irjen Ferdy Sambo
Irjen Ferdy Sambo, foto via Polri.go.id | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Advokatmanado.com-“Saat hari Bhayangkara 1 Juli 2022, ada sekitar 39 anggota Polri telah dipecat dari Januari-Juni 2022,” ujar Ketua IPW (Indonesia Police Watch) Sugeng Teguh Santoso, seperti dikutip dari Medcom.

Sebelumnya pada 2021 sebanyak 352 anggota Polri dipecat lantaran melakukan berbagai pelanggaran, baik disiplin, etika, dan pidana, tulis Bisnis News. Sedangkan pada 2020 ada 129 Polisi dipecat dengan tidak hormat, sebagaimana laporan Detik.  

Pemecatan Polisi yang bermasalah menjadi perhatian serius bagi publik, khususnya Irjen Pol Ferdy Sambo. Jenderal bintang dua itu telah mengaku menjadi dalang pembunuhan berencana Brigadir Joshua, yang tak lain adalah anggotanya sendiri, tepatnya ajudan istrinya.

Sebenarnya cukup banyak kasus Polisi bermasalah di Indonesia, tetapi tidak begitu viral. Hal itu bisa dilihat dari media-media daerah. Sedangkan kasus Irjen Ferdy Sambo bak drama Korea yang dinantikan kelanjutannya oleh masyarakat. Nama Ferdy Sambo disebut-sebut hampir setiap oborolan, dari orang tua sampai anak-anak. 

Akibat dalang pembunuhan itu kini Sambo telah dipecat alias PTDH (Pemberhentian Tidak dengan Hormat) oleh sidang KEPP (Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia). Mantan Kadiv Propam itu menerima putusan sidang, tetapi ia menggunakan haknya untuk mengajukan banding.

Namun, apa penyebab anggota berseragam coklat itu mempertaruhkan karirnya? Tentu itu akan menjadi pertanyaan menarik. Sebenarnya apa yang menyebabkan mereka bisa dipecat? Untuk menjawab itu semua, sebaiknya memahami dulu apa itu Polisi, tugas, dan wewenangnya.

Polisi dan Tugasnya 

Pengertian Polri
Pengertian Polri | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Siapa, sih, sosok Polisi itu? Kenapa penegak hukum yang satu ini sangat ditakuti oleh masyarakat? Padahal salah satu tugas mereka mengayomi. Masa iya mengayomi bertopeng keseraman, tentunya itu tidak sinkron dengan filosofis kehadiran Polisi di tengah-tengah masyarakat.

Untuk menjawab itu kita meski melihat Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Selanjutnya lihat pula Pasal 1 ayat 3 Peraturan Kepolisian No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia “Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”.

Setelah mengetahui apa itu Polisi, kita juga wajib tahu apa tugas pokok Korps Bhayangkara yang satu ini.

Kita merujuk Pasal 13 Perkap No. 2/2022 "Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat".

Tugas pokok Polisi
Tugas pokok Polisi | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Untuk lebih detailnya tugas pokok Polisi diuraikan pada Pasal 14 Perkap No. 2/2002 “Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan indentifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan.atau bencana, termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Kewenangan Polisi

Wewenang Polisi secara umum
Wewenang Polisi secara umum | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Ini tak kalah penting untuk dipahami masyarakat luas, agar masyarakat juga paham batas wewenang Kepolisian dalam bertugas. Jika ini tidak dipahami dikhawatirkan kepolisian dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai SOP dan terjadi pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia). 

Karena memang terjadi keresahan di tengah masyarakat, Polisi kerap menjadi monster yang menakutkan masyarakat. Kita bisa melihat banyaknya kasus penembakan yang dianggap penjahat oleh Polisi. Padahal boleh jadi masih ada cara lain untuk melumpuhkan penjahat tersebut tanpa harus melubangi dada dengan timah panas.

Untuk itu telusuri Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

a. menerima laporan dan atau pengaduan;

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrasi kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. mengeluarkan surat izin/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Pasal 15 ayat 2 UU No. 2/2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. menyelanggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas keamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian”.

Nah, ini juga meski diingat masyarakat luas, Pasal 16 ayat 1 UU No. 2/2002 “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian negara Republik Indonesia berwenang untuk:

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan ke Penuntut Umum;

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Baca juga:

Banyak yang Belum Tahu, Ini Peran Penting Paralegal dalam Pengadvokasian 

Meneropong Kesejahteraan Masyarakat Desa dari Industri Pariwisata Likupang Timur

Pelanggaran Berat yang Menyebabkan Polisi Dipecat

Pelanggaran berat bagi anggota Polisi
Pelanggaran berat bagi anggota Polisi | Asmara Dewo/Advokatmanado.com

Kira-kira apa saja yang menyebabkan Polisi di-PTDH (Pemberhentian Tidak dengan Hormat) alias dipecat? Tentu saja karena Polisi itu telah melanggar kode etik Polisi. Dan pelanggarannya itu tergolong berat, sehingga pilihan terakhirnya adalah pemecatan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri “Pemberhentian tidak dengan hormat pengakhiran masa dinas Kepolisian oleh Pejabat yang berwenang terhadap seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia karena sebab-sebab tertentu.

Pasal 12 ayat 1 PP No. 1/2003 “Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Pasal 13 ayat 1 PP No. 1//2003 “Anggota Kepolisian negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”

Pasal 13 ayat 2 PP No. 1/2003 “Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Sebelum kita masuk penyebab pemecatan anggota Kepolisian, sebaiknya pahami dulu kode etik Polisi pada Pasal 35 ayat 1 UU No. 2/2002 tentang Kepolisian “Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepolisian No. 7 Tahun 2022 tentang  Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian negara Republik Indonesia “Dalam Peraturan Kepolisian ini yang dimaksud dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma atau aturan moral baik tertulis maupun tidak tertulis yang menjadi pedoman sikap, perilaku dan perbuatan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas, wewenang, tanggung jawab serta kehidupan sehari-hari”.

Siapa yang membentuk KEPP? Jawabannya pada Pasal 38 ayat 1 Perkap No. 7/2022 “KEPP dibentuk oleh Kapolri”.

Pasal 38 ayat 2 Perkap No. 7/2022 “Pembentukan KEPP oleh Kapolri sebagaimana dimaksud pada ayat 1, untuk memeriksa Pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh: a. Perwira Tinggi Polri; b. Perwira Menengah Polri; c. Perwira Pertama Polri; d. Bintara Polri; dan e. Tamtama Polri.”

Muncul pertanyaan, lantas jika Kapolri melakukan pelanggaran berat siapa yang memecatnya? Nah, untuk Kapolri sendiri kita merujuk Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Lihat pula Pasal 11 ayat 5 UU No. 2/2002 “Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat Pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Lalu kalau jabatannya di bawah Kapolri, seperti kasus Irjen Ferdy Sambo siapa yang memecatnya? Telah dijelaskan di Pasal 15 huruf a Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia “Memberhentikan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan oleh a. Presiden Republik Indonesia untuk pangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) atau yang lebih tinggi.

Kembali ke soal KEPP. Nah, bagaimana jika terjadi pelanggaran berat bagi anggota Polisi di daerah. Apakah Kapolri turun tangan langsung? Tentu tidak, Kapolri memberikan wewenang terhadap Kapolda (Kepala Polisi Daerah) untuk memecat anggotanya yang bermasalah.

Lihat Pasal 38 ayat 3 huruf d dan e Perkap No. 7/2022 “Untuk memeriksa Pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b sampai huruf e, Kapolri dapat melimpahkan kewenangan pembentukan KEPP kepada:

d. Kepala Kepolisian Daerah, untuk Pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Perwira Menengah dan Perwira Pertama pada tingkat Kepolisian Daerah atau Kepolisian Resor, serta Bintara dan Tamtama di Kepolisian Daerah; dan

e. Kepala Kepolisian Resor, untuk Pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Bintara dan Tamtama di tingkat Kepolisian Resor.

Dalam sidang kode etik Polisi, yang jadi Ketua Sidang juga bukan Polisi sembarangan. Tentunya berpangkat lebih tinggi dari terduga pelanggar (Polisi bermasalah). Hal itu termaktub dalam Pasal 43 ayat 1 Perkap No. 7/2022 “Susunan keanggotaan KKEP untuk memeriksa dugaan Pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Perwira Tinggi Polri sebagaimana dimaksud Pasal 38 ayat 2 huruf a, terdiri atas:

a. Ketua: Inspektur Pengawasan Umum Polri atau Perwira Tinggi Polri

b. Wakil Ketua: Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia atau Perwira Tinggi Polri; dan

c. anggota: Perwira Tinggi Polri.

Yang dimaksud pelanggaran berat itu seperti apa, sih? Pasal 11 PP No. 1/2003 “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila:

a. melakukan tindak pidana;

b. melakukan pelanggaran;

c. meninggalkan tugas atau hal lain”.

Lebih detailnya pada Pasal 12 ayat 1 PP No. 1/2003 “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:

a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

c. melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang menentang negara dan/atau Pemerintah Indonesia secara tidak sah.

Berikutnya Pasal 14 ayat 1 PP No. 1/2003 “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:

a. meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut;

b. melakukan perbuatan dan perilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian;

c. melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya; atau

d. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.”

Pasal 17 ayat 3 Perkap No. 7 Tahun 2022 “Pelanggaran KEPP kategori berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf b angka 3 dengan kriteria:

a. dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;

b. adanya pemufakatan jahat;

c. berdampak terhadap keluarga, masyarakat, institusi dan/atau negara yang menimbulkan akibat hukum;

d. menjadi perhatian publik; dan/atau

e. melakukan tindak pidana dan telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.”

Berdasarkan Surat Edaran Polri No. 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Standar Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Profesi Polri setidaknya ada 13 pelanggaran berat yang direkomendasikan pemecatan:

1. Perselingkuhan, perbuatan asusila sesama gender atau lawan gender;

2. Penyalahgunaan Narkoba;

3. Perbuatan yang mengubah Pancasila, menentang negara, dan Pemerintah secara tidak sah;

4. Perbuatan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga);

5. Perbuatan menghilangkan senjata api;

6. Perbuatan menjual senjata api ke pihak separatis atau ke sindikat penjahat;

7. Perbuatan penganiayaan sesama anggota Polri maupun penganiayaan kepada masyarakat;

8. Perbuatan menjadi anggota/pengurus partai;

9. Perbuatan pelanggaran Hak Asasi Manusia;

10. Perbuatan membocorkan rahasia negara;

11. Perbuatan pelanggaran sumpah;

12. Perbuatan menurunkan kehormatan dan martabat negara;

13. Perbuatan mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan NKRI.

Jadi kalau dikaitkan dengan kasus Irjen Ferdy Sambo, kira-kira melanggar apa saja sehingga bisa dipecat?

Kita bisa menyimpulkan Irjen Ferdy Sambo melakukan pelanggaran berat kode etik Kepolisian

Pelanggaran berat kode etik Irjen Ferdy Sambo
Pelanggaran berat kode etik Irjen Ferdy Sambo, foto via Polri.go.id | Asmara Dewo/advokatmanado.com

Pasal 11 huruf a PP No. 1/2003 “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila:

a. melakukan tindak pidana.

Pasal 14 ayat 1 huruf b PP No. 1/2003 “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:

b. melakukan perbuatan dan perilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian.

Pasal 17 ayat 3 Perkap No. 7 Tahun 2022 “Pelanggaran KEPP kategori berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf b angka 3 dengan kriteria:

a. dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;

b. adanya pemufakatan jahat;

c. berdampak terhadap keluarga, masyarakat, institusi dan/atau negara yang menimbulkan akibat hukum;

d. menjadi perhatian publik.

Berdasarkan Surat Edaran Polri No. 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Standar Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Profesi Polri setidaknya ada 13 pelanggaran berat yang direkomendasikan pemecatan, salah satunya:

7. Perbuatan penganiayaan sesama anggota Polri maupun penganiayaan kepada masyarakat.

Ini masih pengakuan Sambo saja, belum lagi peristiwa hukum lainnya. Untuk mengetahui apa sebenarnya yang dilakukan Sambo pada Brigadir Joshua bisa ditunggu pada persidangan nanti.

Lalu setelah ada putusan tetap pada sidang kode etik kepolisian, apakah si Polisi bermasalah itu berhak Banding. Kan belum tentu putusan Ketua sidang benar. Tentu saja si Polisi bermasalah itu bisa Banding. Namun pahami dulu apa Banding versi dari KEPP (Kode Etik Profesi Kepolisian).

Pasal 1 ayat 6 Perkap No. 7/2022 “Banding adalah upaya yang dilakukan oleh Pelanggar atau istri/suami, anak atau orang tua Pelanggar yang keberatan atas putusan Sidang KKEP dengan mengajukan permohonan kepada KKEP banding melalui Sekretariat KKEP”.

Ternyata yang bisa melakukan Banding bukan hanya Polisi yang bermasalah itu saja, keluarganya juga bisa Banding, seperti ayahnya, ibunya, istrinya, dan anaknya.

Untuk memenuhi hak-hanya si Polisi bermasalah, lihat Pasal 104 ayat 1 Perkap No. 7/2022 Terduga Pelanggar berhak:

a. menerima turunan Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan;

b. menunjuk Pendamping;

c. mengajukan Saksi yang meringankan;

d. menerima salinan surat persangkaan;

e. mengajukan eksepsi/bantahan;

f. menerima salinan tuntutan;

g. mengajukan pembelaan:

h. menerima Petikan Putusan Sidang KKEP

i. mengajukan Banding atas Putusan Sidang KKEP.

j. menerima petikan putusan Sidang Banding.

Mengajukan Banding itulah yang saat ini dilakukan Irjen Ferdy Sambo. Meskipun kita bisa duga Banding itu kemungkinan besar ditolak. Namun, hal itu bisa saja sebagai upaya strategi Sambo dalam menjalani kasus yang menjeratnya. Dan tentunya tidak ada masalah dengan itu semua. Sah-sah saja, karena itu merupakan haknya sebagai Polisi Bermasalah yang dipecat. 

Penulis: Asmara Dewo, Konsultan Hukum

Baca juga:

Memahami Lagi Nasib Buruh Informal di Sulawesi Utara

Mengalami Kekerasan Seksual, 7 Hal Ini yang Harus Diperhatikan

Posting Komentar untuk "Bagaimana Polisi Bermasalah seperti Irjen Ferdy Sambo Dipecat Tidak Hormat"